Kamis, 30 Juli 2009

LURUSKAN SAFFMU



KALIMAT yang sering kita dengar dari mulut imam sebelum memulakan solat adalah "Luruskan saf dan rapatkan saf". Namun berapa ramai yang benar-benar mengikuti arahan imam tersebut? Berapa ramai yang mengetahui apa maknanya meluruskan saf mengikut sunah Rasulullah s.a.w. yang sahih?

Para ulama sepakat bahawa saf pertama adalah saf terbaik dan besar keutamaannya bagi jemaah lelaki dalam bersolat. Manakala bagi saf jemaah perempuan, saf paling utama adalah saf paling akhir sekali. Ia sebagaimana sabda Nabi s.a.w. yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah :

Sebaik-baik saf barisan lelaki yang paling depan, dan yang terburuk ialah yang paling belakang, dan sebaik-baik barisan perempuan yang terakhir, dan yang terburuk ialah yang paling depan. (Riwayat Muslim)

Sebaliknya ada pula yang datang awal ke masjid tetapi setia untuk memenuhi saf belakang, sama ada untuk berborak atau mudah untuk keluar awal dari masjid apabila telah selesai solat.

Alangkah ruginya mereka ini. Sesungguhnya Rasulullah menyatakan bahawa sesiapa yang secara sengaja memenuhi saf belakang, maka Allah akan membelakangkan mereka.

Daripada Abu Sa'id al-Khudri bahawa Rasulullah melihat ada sebahagian sahabatnya yang tidak mahu maju ke saf pertama, maka baginda bersabda: Majulah dan ikutilah saya, sedangkan orang-orang di belakang harus mengikutimu pula! Sesuatu kaum yang selalu suka di belakang, tentu akan dibelakangkan pula oleh Allah. (Riwayat Muslim).

Adakah kerugian yang lebih besar daripada kerugian dibelakangkan oleh Allah?

Rasulullah SAW sebelum memulakan solat, akan memastikan makmum di belakangnya meluruskan saf terlebih dahulu. Anas bin Malik berkata, ketika telah iqamah untuk solat, Rasulullah menghadap kepada kami dengan wajahnya seraya bersabda: Luruskan saf dan rapatkanlah kerana sesungguhnya aku melihat kalian dari belakangku. (Riwayat Bukhari)

Kebiasaan yang kita lihat di masjid-masjid, para imam hanya melaungkan "luruskan saf", "luruskan saf" tanpa melihat jemaah di belakang sama ada mereka mematuhi perintahnya atau tidak.

Mereka seperti hanya melepaskan batuk di tangga. Sedangkan Rasulullah akan menghadap para makmum dan memastikan arahan meluruskan saf benar-benar dilaksanakan oleh para sahabat. Malah ada riwayat yang menyatakan Baginda pergi ke setiap barisan untuk melihat sama ada saf benar-benar telah lurus sebelum memulakan solat.

Daripada Albara' bin 'Aazib berkata: Adalah Rasulullah memasuki celah-celah barisan (saf) sambil mengusap dada dan bahu kami. (Riwayat Abu Daud).

Pada zaman Umar al-Khattab pula, beliau mewakilkan tugas meluruskan saf kepada seseorang. Beliau tidak akan bertakbir (memulakan solat) sehingga orang yang membantunya dalam meluruskan saf itu memberitahu bahawa saf telah benar-benar lurus. Begitu juga dengan Uthman al-Affan dan Ali bin Abu Talib, mereka berdua bersepakat melakukan apa yang telah dilakukan oleh Umar. Dulu, Ali selalu mengatakan: "Maju wahai si fulan! Mundur sedikit wahai si fulan!"

Meluruskan saf dalam solat berjemaah merupakan sunah Nabi s.a.w. Malah ada ulama yang memandang penyempurnaan saf dalam solat adalah wajib.

Namun, terlalu sedikit di kalangan masyarakat kita yang mengamalkannya. Pada tanggapan mereka kesempurnaan saf hanyalah dengan mempastikan barisan solat itu lurus. Sebenarnya ada beberapa perkara lain yang juga telah diperintahkan oleh Rasulullah berkaitan kesempurnaan saf:

1. Merapatkan bahu dengan bahu orang yang solat bersebelahan dengannya.

2. Merapatkan lutut dengan lutut orang yang solat bersebelahan dengannya.

3. Merapatkan buku lali dengan buku lali orang yang solat bersebelahan dengannya.

Hanya dengan mempraktikkan perkara-perkara di atas barulah tercapai kesempurnaan saf dalam solat berjemaah dalam erti kata sebenar. Hadis-hadis berkaitan dengan perkara di atas adalah seperti berikut:

* Daripada Nu'man bin Bashir berkata: "Aku melihat seseorang merapatkan bahunya dengan bahu saudaranya, merapatkan (melekatkan) lututnya dengan lutut saudaranya dan melekatkan mata kakinya (buku lali) dengan mata kaki saudaranya." (Riwayat Abu Daud).

* Daripada Anas bin Malik daripada Nabi s.a.w. bersabda:

(Pada waktu solat) setiap kami meratakan bahunya dengan bahu saudaranya dan telapak kakinya (buku lali) dengan telapak kaki saudaranya. (Riwayat Bukhari).

Ramai dari kalangan jemaah akan menjauhkan buku lali dan lutut masing-masing ketika ada yang cuba merapatkan saf tersebut.

Mereka seolah-olah tidak selesa merapatkan dan meluruskan saf dengan cara begini. Sedangkan ianya menuju kearah kesempurnaan solat.

Mungkin ada yang beralasan sukar untuk bergerak atau duduk tahiyyat akhir. Sepatutnya kita sbg umat, tidak sepatutnya mencari-cari alasan yang tidak relevan dalam untuk mengamalkan sunnah Nabi saw.

Jadi mulakanlah merapat dan meluruskan saf saudaraku. Jika orang lain malu untuk berbuat demikian, mengapa tidak anda yang memulakan.

Rabu, 29 Juli 2009

Kiat Bisa Shalat Malam


Aswb. Bagaiman carannya agar kita mudah melakukan sholat malam. kadang-kadang yang saya rasakan suka malas. Mungkin ustadz punya kiat-kiat yang dapat membuat semangat untuk melakukan sholat malam. terima kasih

Nur Komariah


.

Jawaban

Waalaikumussalam Wr Wb

Saudara Nur Komariah yang dimuliakan Allah

Didalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi disebutkan bahwa Nabi saw bersabda,”Hendaklah kalian menunaikan shalat malam, karena ia adalah kebiasaan orang-orang shaleh sebelum kalian, sarana mendekatkan diri dengan Tuhan kalian, mendapatkan ampunan atas kesalahan-kesalahan dan penghapusan dosa-dosa.”

Hasan al Bashri pernah mengatakan bahwa tidak ada suatu ibadah yang aku dapati lebih berat daripada shalat di penghujung malam. Dia ditanya,”Mengapa orang-orang yang sering menunaikan shalat malam adalah orang yang paling baik wajahnya?” dia menjawab,”Karena mereka adalah orang-orang yang berkhalwat dengan Yang Maha Pengasih lalu Dia swt memakaikan mereka cahaya-Nya.’

Diantara sebab-sebab yang dapat memudahkan seseorang mengerjakan shalat malam adalah :

Sebab-sebab lahiriyah :

1. Hendaklah tidak terlalu banyak makan; sebagian ulama mengatakan kepada murid-muridnya,”Wahai murid-muridku janganlah banyak makan karena hal itu akan menjadikan kalian banyak minum dan tidur sehingga kalian akan mendapatkan kerugian yang banyak.”

2. Menjaga diri agar tidak terlalu lelah pada saat siang harinya diakarekan beban-beban pekerjaan.

3. Tidak meninggalkan sedikit tidur siang karena hal ini dapat membantunya untuk bangun pada malam hari.

4. Menjauhi berbagai dosa. Ats Tsauri mengatakan,”Aku terhalang melakukan shalat malam selama lima bulan dikarenakan dosa yang aku perbuat.”

Adapun sebab-sebab batiniyah :

1. Memiliki kebersihan hati terhadap kaum muslimin, membersihkannya dari berbagai bid’ah serta berpaling dari berbagai perbuatan dunia yang tidak bermanfaat.

2. Didominasi oleh rasa takut kepada Allah karena hal ini akan menjadikan hati tidak panjang angan-angan.

3. Mengetahui keutamaan-keutamaan dari shalat malam.

4. Mencintai Allah swt dan kekuatan keimanan. Karena dengan dia bangun pada malam hari untuk bermunajat kepada Tuhannya maka dia akan merasakan kehadiran-Nya dan seolah-olah menyaksikan-Nya sehingga munajat tersebut menjadikannya betah untuk berlama-lama dalam shalat malamnya.

Abu Sulaiman mengatakan,”Orang-orang yang biasa menunaikan shalat malam maka ia mendapatkan malam hari mereka adalah saat yang paling lezat daripada (kelezatan) yang didapat orang-orang senang bermain-main didalam permainan mereka. Dan sesungguhnya kalau lah bukan karena malam hari maka aku tidaklah suka hidup di dunia.” (Mukhtashar Minahjil Qosidin hal 60 – 61)

Wallahu A’lam

Maksud Menikah Setengah dari Agama


Assalamu'alaikum Wr. Wb

Apa sih maksud menikah adalah setengah dari agama ?

itu saja Pak Ustadz... Terima kasih

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

Cinta Rosul


.

Jawaban

Waalaikumussalam Wr Wb

Didalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Baihaqi dari Anas bahwa Rasulullah saw bersabda,”Apabila seorang hamba menikah maka sungguh orang itu telah menyempurnakan setengah agama maka hendaklah dia bertakwa kepada Allah dalam setengah yang lainnya.” (Hadits ini dishahihkan oleh Al Banni didalam Shahihut Targhib wat Tarhib)

Didalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Thabrani dari Anas bahwa Rasulullah saw bersabda,”Barangsiapa yang diberikan rezeki oleh Allah seorang istri yang sholehah maka sungguh dia telah dibantu dengan setengah agamanya maka hendaklah dia bertakwa kepada Allah dalam setengah yang lainnya.”

Imam Al Qurthubi mengatakan bahwa menikah adalah menjaga kesucian diri dari perbuatan zina sedangkan seorang yang ‘affaf (menjaga kesucian diri) adalah salah satu dari dua orang yang dijamin Rasulullah saw dengan surga, sebagaimana sabdanya saw,”Barangsiapa yang Allah lindungi dirinya dari dua tempat kejahatan maka dia akan dimasukkan ke surga yaitu antara dua rahangnya dan antara dua kakinya.” (al Jami’ Li Ahkamil Qur’an)

Dengan pernikahan maka seseorang dapat menjaga kemaluannya dari hal-hal yang diharamkan oleh agama, yaitu zina. Hal itu dikarenakan bahwa naluri seseorang yang paling kuat dan keras adalah naluri seks dan naluri ini menuntut adanya solusi, dan islam memberikan solusinya dengan cara yang mulia yaitu, pernikahan.

Manfaat lainnya dari menikah adalah ketentramana jiwa, kebugaran jasmani, terpeliharanya mata dari pandangan-pandangan yang diharamkan, ketenangan hati, kejernihan fikiran dan kehormatan diri, sebagaimana firman Allah swt :

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ


Artinya : “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS. Ar Ruum : 21)

Juga hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud bahwa Rasulullah saw bersabda,”Wahai para pemuda, jika diantara kalian sudah ada yang mampu menikah hendaklah menikah karena matanya akan lebih terjaga dan kemaluannya akan lebih terpelihara. Jika ia belum mampu menikah hendaklah ia berpuasa karena puasa itu ibarat pengebiri.” (HR. Jama’ah)

Sehingga tidak salah jika ada yang mengatakan bahwa syahwat yang paling terbesar adalah syahwat kemaluan dan syahwat perut. Ketika kedua syahwat ini tidak bisa dijaga atau diberikan solusinya dengan cara yang baik dan diridhoi Allah maka ia akan menyeret pelakunya kepada berbagai syahwat kemaksiatan lainnya.

Imam Al Ghazali mengatakan bahwa hadits diatas memberikan isyarat akan keutamaan menikah dikarenakan dapat melindunginya dari penyimpangan demi membentengi diri dari kerusakan. Dan seakan-akan bahwa yang membuat rusak agama seseorang pada umumnya adalah kemaluan dan perutnya maka salah satunya dicukupkan dengan cara menikah.” (Ihya Ulumuddin)

Allah menjadikan ketaqwaan dalam dua bagian : bagian pertama adalah menikah sedangkan yang kedua adalah yang lainnya. Abu Hatim mengatakan bahwa yang menegakkan agama seseorang umumnya ada pada kemaluan dan perutnya dan salah satunya tercukupkan dengan cara menikah, dan hendaklah dia bertakwa kepada Allah untuk yang keduanya.” (Faidhul Qodir juz VI hal 134)

Wallahu A’lam

Sejumlah Kejanggalan di Bom Ritz-Marriott

Sejumlah kejanggalan dari peristiwa meledaknya bom pada 17 Juli lalu di Hotel Ritz Carlton dan JW Marriott dibahas beberapa pengamat Islam. Di antara mereka ada Jose Rizal Jurnalis dari Mer-C, Fadhli Zon dari tim sukses Mega Prabowo, dan Muhammad Al-Khaththath dari Forum Umat Islam atau FUI. Diskusi diselenggarakan di Wisma Dharmala Sakti Jakarta, siang tadi.

Menurut Al-Khaththath, sehari setelah peristiwa bom itu, sejumlah ormas Islam bertemu di PP Muhammadiyah. Dari situ mereka dapat informasi bahwa pada saat terjadi peledakan, ada 130 anggota CIA yang bermalam di Hotel Marriott. “Saya yakin, ini bukan hal kebetulan!” ujar sekjen FUI ini.

Sayangnya, tidak ada media yang memberitakan soal keberadaan sejumlah agen intelejen Amerika ini yang secara kebetulan berada di lokasi kejadian.

Khaththath yakin bahwa ada pihak-pihak yang sangat kompeten soal bom dan mereka sama sekali tidak dicurigai. “Bukankah yang sangat mengerti soal bom adalah mereka yang ngerti persenjataan. Dan itu bisa polisi, tentara, atau intelejen.”

Ketua Hizbud Dakwah Islam ini pun menyayangkan beberapa media yang mengikuti arus aparat dengan melakukan tuduhan-tuduhan terhadap aktivis Islam.

Khaththath menambahkan, biasanya sebelum ada bom selalu ada pengkondisian terhadap siapa yang akan menjadi tertuduh. “Saya ingat benar dengan peristiwa bom Bali 2002. Seminggu sebelum kejadian, sejumlah ormas Islam diundang ke mabes Polri. Di sana, mereka mendapatkan pengarahan soal bahaya terorisme. Bahkan, di situ disebut tiga orang berbahaya yang disinyalir sebagai anggota jamaah Islamiyah. Mereka itu adalah Abu Bakar Ba’asir, Hambali, dan Imam Samudra. Dan seminggu kemudian, bom meledak. Dan mereka pun langsung menjadi target perburuan polisi,” papar Al-Khaththath.

Senada dengan Khaththath, Jose Rizal menyorot keanehan lain dalam kasus kamar 1808 di hotel Marriott. ”Bagaimana mungkin seorang pelaku bom begitu ceroboh meninggalkan jejak dengan sejumlah bukti yang begitu jelas. Ada laptop, mur, dan sidik jari,” ujar dokter yang sudah begitu akrab dengan korban bom di beberapa tempat konflik.

Menariknya, pada saat kejadian, di hotel tersebut sedang berlangsung pertemuan para top manejer dari beberapa perusahaan besar yang berbisnis di Indonesia. ”Bagaimana mungkin seorang Nurdin M Top bisa secanggih itu dalam soal informasi?” ucap Jose meyakinkan.

Jose menambahkan, agak aneh kalau pelaku bom bunuh diri dengan menggunakan tas troli di bom, tapi kepala dan tubuhnya terpisah. ”Ini juga kejanggalan. Kalau bom diletakkan di ransel, hal itu mungkin terjadi. Tapi kalau bom di tas troli atau dijinjing, sulit menangkap itu sebagai sebuah kebenaran,” papar ketua presidium Mer-C ini.

Fadhli Zon punya pendapat lain soal keterkaitan peristiwa bom Marriot II dengan pemilu presiden. Terutama soal konfrensi pers SBY beberapa jam setelah terjadinya peledakan.

Menurutnya, agak aneh seorang presiden tiba-tiba bereaksi emosional dan mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang sangat provokatif dan berlebihan. ”Seharusnya seorang kepala negara memberikan pernyataan yang menenangkan. Memberikan jaminan medis untuk para korban misalnya, memberikan jaminan keamanan, dan serius akan menangkap pelaku pengeboman. Bukan justru memberikan pernyataan yang tambah meresahkan,” ujar anggota tim sukses Mega Prabowo ini.

Dan lebih aneh lagi ketika polri justru memberikan pernyataan yang sangat berbeda dengan presiden. Bahwa, pelaku peledakan diduga kuat jaringan Al-Qaidah atau Nurdin M Top. ”Bagaimana mungkin dua institusi negara bisa punya pendapat yang tidak klop,” tambah Fadhli.

Bahkan menurutnya, pemaparan SBY soal data-data intelejen dalam bentuk foto-foto yang sebenarnya foto lama, bisa merupakan pelanggaran terhadap rahasia negara.

Menurut Fadhli, tidak tertutup kemungkinan bom Marriott merupakan bentuk pengalihan isu kecurangan pilpres yang begitu sistematis. Mulai dari kasus DPT, KPU yang tidak netral, hingga adanya keterlibatan lembaga asing dalam soal penghitungan suara. mnh

Selasa, 28 Juli 2009

Wirid Setelah Shalat

Assalamualaikum

pak ustad,bagaimanakah wirid setelah shalat yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW?

syukran katsiran,

remaja muslim

Jawaban

Walaikumussalam Wr Wb

Wirid adalah apa-apa yang disusun oleh seseorang untuk dirinya untuk diamalkan setiap pagi dan petang. Wirid-wirid ini diambil dari al Qur’an, Sunnah-sunnah, dzikir-dzikir, shalawat-shalawat. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa dzikir adalah bagian dari wirid.

Namun demikian yang paling afdhal adalah wirid-wirid yang berasal dari Al Qur’an dan hadits-hadits Rasulullah saw, termauk wirid yang diucapkan setelah shalat.

Diantara dzikir-dzikir yang dicontohkan Rasulullah saw untuk dibaca setelah shalat adalah :
Dari Tsauban ra berkata,’Rasulullah saw apabila selesai melakukan shalat beliau membaca istighfar tiga kali, dan beliau saw mengatakan “ Allahumma antas salam wa minka salam tabaarokta Ya Dzal Jalaali wal Ikram.” (Wahai Allah Engkaulah yang Maha Sejahtera dan dari-Mu lah segala kesejahteraan, segala puji bagi-Mu, Wahai Yang Maha Agung dan Maha Mulia). Disebutkan bahwa Auza’i pernah ditanya , ia adalah salah seorang perawi hadits, bagaimana istighfarnya ? dia menjawab : “Anda katakan : Astaghfirullah, Astaghfirullah.” (HR. Muslim)

Dari al Mughiroh bin Syu’bah ra bahwa Rasulullah saw apabila selesai mengerjakan shalat beliau mengatakan,”Laa Ilaaha Illallah Wahdahu Laa Syariika Lahu, Lahul Mulku wa Lahul Hamdu, Wa Huwa ‘Ala Kulli Syai’in Qodiir. Allahumma Laa Maa’ni’a Lima A’thoita Wa Laa Mu’thiya Limaa Mana’ta, Wa Laa Yanfa’u Dzal Jaddi Minkal Jaddi.” (Tidak ada Tuhan selain Allah saja, tidak ada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya kerajaan dan baginya segala puji dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Wahai Allah tidak ada yang bisa menghalangi atas apa yang kamu berikan dan tidak ada yang bisa memberikan atas apa yang kamu halangi. Dan tidaklah bermanfaat para pemilik kekayaan dan kekayaan itu tidaklah dapat menyelamatkannya dari-Mu dan sesungguhnya dari-Mulah segala kebaikan.” (Muttafaq ‘Alaihi)

Dari Rasulullah saw bersabda,”Barangsiapa yang bertasbih setelah shalatnya sebanyak tiga puluh tiga kali, bertahmid tiga puluh tiga kali, bertakbir tiga puluh tiga kali lalu menyempurnakan seratus dengan Laa Ilaaha Illallah Wahdahu Laa Syariika Lahu, Lahul Mulku wa Lahul Hamdu, Wa Huwa ‘Ala Kulli Syai’in Qodiir, maka segala kesalahannya akan diampuni walaupun sebesar buih di lautan.” (HR. Muslim)

Dari Sa’ad bin Abi Waqash bahwa Rasulullah saw senantiasa memohon perlindungan setelah shalat-shalatnya dengan kalimat-kalimat berikut “Allahumma Inni A’udzu bika minal Jubni wal Bukhl wa A’udzu bika min An Urooda Ila Ardzalil ‘umur wa A’udzu bika min Fitnatid Dunia, wa A’udzu bika min Fitnatil Qobr.” (Wahai Allah sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu daripada sifat penakut dan bakhil, dan aku berlindung kepada-Mu dari usia tua (renta), dan aku berlindung kepada-Mu dari fitnah dunia dan aku berlindung kepada-Mu daripada fitnah kubur).” (HR. Bukhori)

Dari Muadz ra bahwa Rasulullah saw mengambil tangannya dan bersabda,”Wahai Mu’adz, demi Allah sesungguhnya aku mencintaimu.” Lalu beliau bersabda,”Aku wasiatkan kepadamu wahai Mu’adz janganlah engkau tinggal diakhir (setelah) setiap shalat untuk mengatakan,”Allahumma Ainni ala dzikrika, wa syukrika, wa Husni Ibadatika.” (Wahai Allah bantulah aku dengan senaantiasa mengingat-Mu, dan bersyukur kepada-Mu dan ibadah yang baik)” (HR, Abu Daud)

Wallahu A’lam

.

Maksud Tujuh Lapis Bumi

Ana baca kitab Fathul Baari jilid 17 bab tujuh lapis bumi menjelaskan tentang ayat :

"Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu. " (QS. Ath-Thalaaq: 12)

Ibnu hajar mengatakan ada 7 bumi karena jaraknya sangat dekat sehingga dianggap satu, isinya juga sama ada kita, nabi Adamnya sama, nabi Isanya sama begitu juga nabi Muhammadnya. Sedangkan pendapat lainnya jaraknya berjajar seperti langit (500 tahun perjalanan antar bumi). Ana jadi ingat konsep dunia paralel yang ada teori menyatakan bahwa jaraknya sangat dekat dengan kita hanya beberapa meter saja dan sempat ada filmnya dulu judulnya SLIDER, yang intinya ada bumi lain yang isinya juga sama, ada saya ada ustadz, dll.

Kira-kira ada pendapat lain gak ? mungkin ustadz bisa menjelaskan dari kitab2 karangan para ulama lainnya.

Wss.wrwb

SHB


Jawaban

Waalaikumussalam Wr Wb

Firman Allah swt :

اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَمِنَ الْأَرْضِ مِثْلَهُنَّ


Artinya : “Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi.” (QS. Ath Thalaq : 12)

Ibnu Hajar mengatakan bahwa bisa jadi perkataan (bumi) saling berdekatan karena jika tidak maka akan tampak bertentangan dengan Al Qur’an dan Sunnah. Hal itu juga ditunjukkan oleh apa yang diriwayatkan Ibnu Jarir dari jalan Syu’bah dari ‘Amr bin Murroh dari Abi adh Dhuha dari Ibnu Abbas tentang firman-Nya ومن الأرض مثلهن (dan seperti itu pula bumi), dia berkata,”Pada setiap bumi adalah seperti Ibrahim, dan seperti ciptaan yang ada di atas bumi.” Demikianlah apa yang diriwayatkan Ibnu Jarir secara ringkas dengan sanad yang shahih.

Diriwayatkan oleh Al Hakim dan Baihaqi dari jalan ‘Atho bin as Saaib dari Abi adh Dhuha secara panjang lebar, yaitu tujuh lapis bumi,”Di setiap bumi terdapat Adam seperti Adam kalian, Nuh seperti Nuh kalian, Ibrahim seperti Ibrahim kalian, Isa seperti Isa kalian dan seorang Nabi seperti Nabi kalian.” Al Baihaqi mengatakan,”sanadnya shahih.” hanya saja syadz (ganjil) karena terdapat Murroh.

Ibnu Hajar juga menjelaskan bahwa lahiriyah firman-Nya ومن الأرض مثلهن merupakan jawaban atas para ahli yang mengatakan bahwa tidak ada jarak antara satu bumi dengan bumi yang lainnya meskipun sebagiannya berada diatas sebagian yang lainnya, bahkan bumi ketujuh sangat padat dan tidak memiliki rongga, lalu di tengahnya terdapat titik sentral, demikian pula dengan pendapat-pendapat mereka yang lain yang tidak memiliki argumentasi.

Diriwayatkan dari Ahmad dan Tirmidzi dari Hadits Abu Hurairoh,”Sesungguhnya antara satu langit dengan langit yang lainnya berjarak lima ratus tahun, dan sesungguhnya bangunan setiap langit sama seperti itu. Dan antara satu bumi dengan bumi yang lainnya berjarak lima ratus tahun.”
Diriwayatkan pula oleh Ishaq bin Rohuwaih dan al Bazzar dari hadits Abu Dzar serupa dengan itu,”Antara setiap langit dengan langit yang lainnya berjarak tujuh puluh satu atau tujuh puluh dua tahun.

Kedua hadits tersebut dapat digabungkan yang berarti bahwa perbedaan jarak diantara keduanya adalah tergantung dari cepat atau lambat perjalanannya. (Fathul Bari juz VI hal 317)

Imam Suyuthi ketika ditanya tentang hadits yang diriwayatkan oleh Baihaqi dari Abi adh Dhuha dari Ibnu Abbas tentang,”Di setiap bumi terdapat Adam seperti Adam kalian, Nuh seperti Nuh kalian, Ibrahim seperti Ibrahim kalian, Isa seperti Isa kalian dan seorang Nabi seperti Nabi kalian.” Maka beliau (Suyuthi) menjawab bahwa hadits itu diriwayatkan oleh Hakim didalam “al Mustadrak” dan dia (Hakim) mengatakan bahwa hadits itu memiliki sanad yang shahih. Hadits itu juga diriwayatkan oleh Baihaqi didalam “Syu’abul Iman” dan dia mengatakan bahwa sanadnya shahih akan tetapi syadz (ada keganjilan) dengan adanya orang yang bernama Murroh, dan perkataan ini berasal dari Baihaqi dengan tujuan yang baik bahwa dia tidak mengharuskan shahihnya sanad dengan shahihnya matan, sebagaimana ditegaskan didalam ilmu tentang hadits karena adanya kemungkinan sanadnya shahih akan tetapi matannya syadz atau ‘illah (terdapat keganjilan tau cacat) yang dapat menghalangi keshahihannya. Dan apabila telah tampak kelemahan haditsnya maka hal itu sudah cukup daripada penta’wilannya karena dalam pemasalahan seperti ini tidak bisa menerima hadits-hadits yang lemah.

Sehingga bisa dita’wilkan bahwa yang dimaksud dengan mereka adalah para pemberi peringatan yang menyampaikan da’wah dikalangan jin tentang para nabi manusia, dan tidak mustahil apabila kemudian mereka dinamakan dengan nama-nama para nabi. (al Haawi Lil Fatawa juz II hal 70)

Ibnu Katsir juga mengatakan bahwa jika hadits itu betul berasal dari Ibnu Abbas maka sesungguhnya beliau telah mengambilnya dari israiliyat. (al Bidayah wan Nihayah jilid I hal 30))

Syeikh ‘Athiyah Saqar mengatakan (dalam hal ini) kita lepaskan akal dalam menyingkapnya atau mencari hasilnya dan apabila ia telah sampai kepada kenyataan yang kuat dan sesuai dengan yang telah ditetapkan maka ia tidak akan bertentangan dengan firman Allah swt, dan firman Allah haruslah menjadi dasar sedangkan yang lainnya haruslah dinilai dengannya dan dihukum berdasarkannya. Apabila makna nashnya sudah jelas maka ia tidaklah mengandung berbagai makna dan penakwilan.

Untuk itu berhati-hati adalah suatu kewajiban ketika tidak bisa menempatkan ayat-ayat al Qur’an terhadap segala sesuatu yang ingin disingkap ketika didalamnya terdapat banyak teori dan hipotesa… (Fatawa al Azhar juz VII hal 456)

Wallahu A’lam

.

Naik Haji Atau Membeli Rumah?

Assalamu’alaikum,
Ustadz Sigit, saat ini saya sudah berkeluarga dengan 1 anak dan tinggal di rumah mertua, meskipun tidak satu rumah. Sebagai laki-laki, sudah tentu saya berkewajiban memberikan tempat tinggal untuk keluarga saya. Oleh karena itu, saya sedang berusaha mengumpulkan tabungan untuk memiliki rumah.
Pertanyaan saya, jika tabungan tersebut telah mencukupi untuk mendaftar haji, kewajiban manakah yang harus saya dahulukan, membeli rumah atau naik haji?
Pertimbangan yang saya dapat antara lain bahwa rizki itu sudah ada yang mengatur sehingga tidak perlu khawatir bila tabungan tersebut digunakan untuk naik haji. Jika memang ada rizki memiliki rumah, nanti suatu saat akan memiliki juga.
Pertimbangan yang lain, bahwa jika kita naik haji dan umur kita tidak panjang, keluarga yang ditinggalkan jangan sampai mengalami kesusahan seperti ditinggalkan hutang atau tidak memiliki tempat tinggal.
Terimakasih untuk jawabannya.
Wassalamu’alaikum.

Fajar


.

Jawaban

Walaikumussalam Wr Wb

Saudara Fajar yang dimuliakan Allah swt

Salah satu syarat dari wajib haji adalah memiliki kesanggupan untuk melaksanakannya, sebagaimana firman Allah swt :

وَلِلّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيل

Artinya : “Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, Yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah.” (QS. Al Aimron : 97)

Termasuk dalam hal kesanggupan adalah memiliki perbekalan dan kendaraan yang bisa menyampaikannya ke tanah suci serta memiliki kecukupan untuk keluarga yang menjadi tanggungannya.

Sayyid Sabiq mengatakan bahwa makna kecukupan bagi keluarga yang menjadi tanggungannya itu adalah memiliki kelebihan dari kebutuhan-kebutuhan pokok berupa pakaian, tempat kediaman, kendaraan dan sarana mata pencaharian mulai saat keberangkatan hingga waktu kembalinya nanti.

Diriwayatkan dari Anas bahwa Rasulullah saw pernah ditanya apa yang dimaksud dengan sabil—maksidnya sabil yang disebutkan didalam ayat haji—beliau saw menjawab,”Perbekalan dan kendaraan.” (HR. Daruquthni yang menyatakan keshahihannya)

Menurut Hafizh, pendapat yang kuat adalah bahwa hadits ini mursal. Tirmidzi juga mengeluarkan hadits ini dari Ibnu Umar, tetapi sanadnya dhaif. Menurut Abdul Haq, semua jalan riwayatnya lemah belaka, sedangkan menurut Ibnul Mundzir tidak satu pun diantara hadits itu yang sah sanadnya.

Sayyid Sabiq juga menyebutkan walaupun hadits-hadits ini semuanya lemah, namun kebanyakan ulama menetapkan sebagai syarat wajibnya haji, adanya bekal dan kendaraan bagi orang yang tinggal di tempat yang jauh. Dan jika ia tidak memiliki bekal dan kendaraan, maka tidak wajib haji.

Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa hadits-hadits ini—baik yang lengkap sanadnya tetapi tidak mencapai derajat shahih, maupun yang mursal atau mauquf—menunjukkan bahwa syarat diwajibkan itu tergantung kepada adanya bekal dan kendaraan, karena nabi tentu mengetahui bahwa pada umumnya manusia mampu berjalan.”

Didalam buku al Muhadzdzab disebutkan juga jika ia memerlukan tempat kediaman yang tidak dapat diabaikannnya atau pelayan yang akan melayaninya, ia tidak wajib haji. Demikian pula jika ia harus menikah—ia takut menyeleweng—hendaklah didahulukannya menikah daripada haji, karena kebutuhan akan pernikahan itu lebih mendesak. Mengenai orang yang membutuhkan uang itu untuk menjadi modal perniagaan yang hasilnya akan menutupi nafkah hidupnya, ia tidak wajib haji menurut Abul Abbas bin Sharih, karena ia membutuhkan uang itu sepertihalnya untuk tempat dan pelayan.” (Fiqhus Sunnah jilid II hal 307 – 309)

Dengan demikian apabila tabungan anda sudah cukup untuk pergi haji namun pada saat yang bersamaan anda membutuhkan sebuah rumah yang cukup sebagai tempat tinggal keluarga anda maka menggunakan uang tersebut untuk membeli rumah lebih diutamakan daripada pergi berhaji karena anda masih tergolong dalam kategori belum memiliki kesanggupan.

Wallahu A’lam

Pengertian Menyembah kepada Allah

Assalammu'alaikum W W

Ustadz yang di rahmati Allah

beberapa waktu yang lalu saya pernah mendengar sebuah tausiyah dari seorang ustadz, beliau menerangkan mengenai ayat dalam surat al Fatihah yaitu "Hanya kepada Engkaulah kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan" dan beliau menjelaskan (lebih kurang yang saya pahami) bahwa yang dimaksud dalam penyembahan disini bukan hanya ritual tetapi juga jika seseorang mencintai sesuatu melebihi cintanya kepada Allah maka ia telah menyembah sesuatu itu ataupun jika ia mentaati sesuatu lebih dari mentaati Allah maka ia telah menyembah sesuatu itu. Pertanyaan saya jadi apakah menyembah itu artinya mencintai atau mentaati?

Fajli Mustafa


.

Jawaban

Waalaikumussalam Wr Wb

Saudara Fajli yang dirahmati Allah swt

Firman Allah swt :

إِيَّاكَ نَعْبُدُ وإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ


Artinya : “Hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan.” (QS. Al Fatihah : 5)

Menyembah menurut bahasa berarti ketundukan, disebutkan thariqun mu’abbad wa bighoiri mu’abbad (jalan yang ditundukan atau sering dilalui dan tidak sering dilalui, pen). Sedangkan menurut syariat berarti ungkapan yang mencakup kesempurnaan cinta, tunduk dan rasa takut.

Dan didahulukannya maf’ul (obyek), yaitu إياك (hanya kepada-Mu) dan juga pengulangan kata tersebut adalah untuk memberikan perhatian serta pembatasan, yang berarti kami tidak menyembah kecuali hanya kepada-Mu, kami tidak bertawakal kecuali hanya kepada-Mu, inilah kesempurnaan taat. Dan seluruh ajaran agama kembali kepada dua makna tersebut, hal ini seperti penuturan sebagian ulama salaf,”Al Fatihah adalah rahasia al Qur’an dan rahasia itu ada pada kalimat إياك نعبد وإياك نستعين “Hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan.” (QS. Al Fatihah : 5), kalimat pertama adalah berlepas diri dari kesyirikan sedangkan kalimat yang kedua adalah berlepas diri dari daya dan upaya serta menyerahkannya kepada Allah swt.

Makna yang seperti ini banyak terdapat di beberapa ayat didalam al Qur’an, seperti firman-Nya :

وَلِلّهِ غَيْبُ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ وَإِلَيْهِ يُرْجَعُ الأَمْرُ كُلُّهُ فَاعْبُدْهُ وَتَوَكَّلْ عَلَيْهِ وَمَا رَبُّكَ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ


Artinya : “Maka sembahlah Dia, dan bertawakkallah kepada-Nya. dan sekali-kali Tuhanmu tidak lalai dari apa yang kamu kerjakan.” (QS. Huud : 123)


Artinya : “Katakanlah: "Dia-lah Allah yang Maha Penyayang kami beriman kepada-Nya dan kepada-Nya-lah kami bertawakkal.” (QS. Al Mulk : 29)


Artinya : “(Dia-lah) Tuhan masyrik dan maghrib, tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Maka ambillah dia sebagai Pelindung.” (QS. Al Muzammil : 29) – (Tafsirul Qur’anil Azhim juz I hal 135 – 136)

Ibnul Qoyyim mengatakan bahwa kalimat إياك نعبد tegak diatas empat landasan demi mendapatkan kecintaan dan keredhoan Allah dan Rasul-Nya, seperti dua perkataan yaitu lisan dan hati serta perbuatan hati dan anggota tubuh. Ibadah merupakan nama yang menyatukan seluruh tingkatan yang empat itu dan orang-orang yang hanya menyembah Engkau (Allah) dengan sebenarnya adalah orang-orang yang memiliki keempat hal tersebut.

Perkataan hati adalah keyakinan terhadap apa yang diberitakan Allah swt tentang diri-Nya, nama-nama-Nya, sifat-sifat-Nya, perbuatan-perbuatan-Nya, para malaikat-Nya dan pertemuan dengan-Nya melalui lisan para rasul-Nya.

Perkataan dengan lisan adalah memberitakan tentang-Nya dan menyeru kepada-Nya, membela-Nya menjelaskan kebatilan berbagai perkara bid’ah yang bertentangan dengan-Nya, mengingat-Nya serta menyampaikan perintah-perintah-Nya.

Perbuatan hati seperti mencintai-Nya, bertawakal kepada-Nya, kembali kepada-Nya, takut dengan-Nya, berharap kepada-Nya, menyucikan keagamaannya untuk-Nya, bersabar dalam menjalankan perintah-perintah dan menjauhi larangan-larangan-Nya sesuai kemampuannya, rela terhadap-Nya, berwala (loyal) dengan-nya, bermusuhan karena-Nya, merendahkan diri kepada-Nya, tunduk kepada-Nya, merasa tenang dengan-Nya dan lainnya yang termasuk didalam perbuatan-perbuatan hati baik yang wajibnya yang ini lebih wajib daripada perbuatan-perbuatan anggota tubuh maupun yang mustahab (dicintai) nya yang lebih dicintai Allah daripada amal-amal anggota tubuh yang mustahab. Karena amal-amal anggota tubuh yang mustahab tanpa keberadaan amal-amal hati maka ia akan menjadi tidak bermanfaat atau sedikit manfaatnya.

Adapun perbuatan-perbuatan anggota tubuh, seperti shalat, jihad atau langkah-langkah kaki untuk shalat jum’at, shalat berjama’ah, membantu orang tua, atau berbuat baik kepada orang lain.
Maka إياك نعبد mengikat keempat hal tersebut dan إياك نستعين merupakan tuntutan permintaan tolong kepada-Nya..

Dan sesunguhnya seluruh Rasul menyeru kepada إياك نعبد وإياك نستعين artinya bahwa seluruh mereka menyeru kepada peng-esa-an Allah dan keikhlasan didalam penyembahan kepada-Nya dari mulai Rasul yang pertama hingga yang terakhir. (Madarijus Salikin juz I hal
Dari dua pengertian ibadah yang diutarakan oleh Ibnu Katsir dan Ibnul Qoyyim diatas jelas bahwa termasuk makna ibadah adalah kecintaan dan ketaatan. Sehingga seorang yang memberikan cinta dan ketaatan-Nya kepada selain Allah swt melebihi daripada kecintaan dan ketaatannya kepada Allah swt maka ia telah melakukan sebuah kemusyrikan, sebagaimana firman-Nya :

وَمِنَ النَّاسِ مَن يَتَّخِذُ مِن دُونِ اللّهِ أَندَاداً يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللّهِ وَالَّذِينَ آمَنُواْ أَشَدُّ حُبًّا لِّلّهِ

Artinya : “Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah..” (QS. Al Baqoroh : 165)

قُلْ إِن كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَآؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُم مِّنَ اللّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُواْ حَتَّى يَأْتِيَ اللّهُ بِأَمْرِهِ وَاللّهُ لاَ يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ

Artinya : “Katakanlah: "Jika bapa-bapa , anak-anak , saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan dari berjihad di jalan nya, Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan Keputusan Nya". dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” (QS. At Taubah : 24)

Wallahu A’lam

Kamis, 23 Juli 2009

Makna Islam Terpecah 73 Golongan

assalamualaykum wa rahmatullah wa barakatuh.

ustadz yg dirahmati ALLAH, saya ingin menanyakan arti surat al anbiyaa ayat 93. apakah ayat tersebut mengindikasikan bahwa agama islam memang terpecah menjadi 73 bagian? sebab saya pernah mendengar tentang hal tersebut. apabila memang benar yg manakah yg harus saya ikuti? adakah ciri2 dari ajaran ALLAH yg paling benar dan sesuai dengan syariat yg diajarkan nabi Muhammad SAW. terima kasih atas penjelasan ustadz

.

Ninuk Fauziah


Jawaban

Wa'alaikumussalam Wr Wb

Saudara Nunik yang dimuliakan Allah swt

Firman Allah swt :

Tafsir Surat Al Anbiya : 93

إِنَّ هَذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَأَنَا رَبُّكُمْ فَاعْبُدُونِ ﴿٩٢﴾
وَتَقَطَّعُوا أَمْرَهُم بَيْنَهُمْ كُلٌّ إِلَيْنَا رَاجِعُونَ ﴿٩٣﴾
فَمَن يَعْمَلْ مِنَ الصَّالِحَاتِ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَا كُفْرَانَ لِسَعْيِهِ وَإِنَّا لَهُ كَاتِبُونَ ﴿٩٤﴾


Artinya : “Sesungguhnya (agama tauhid) Ini adalah agama kamu semua; agama yang satu dan Aku adalah Tuhanmu, Maka sembahlah Aku. Dan mereka telah memotong-motong urusan (agama) mereka di antara mereka. kepada kamilah masing-masing golongan itu akan kembali. Maka barang siapa yang mengerjakan amal saleh, sedang ia beriman, Maka tidak ada pengingkaran terhadap amalannya itu dan Sesungguhnya kami menuliskan amalannya itu untuknya.” (QS. Al Anbiya : 92 – 94)

Tentang firman Allah إن هذه أمتكم أمة واحدة , Ibnu Abbas, Mujahid, Said bin Jubeir dan Abdurrahman bin Zaid bin Aslam mengatakan bahwa agama kalian adalah satu.

Sedangkan Hasan Al Bashri mengatakan bahwa ayat itu menjelaskan kepada mereka apa-apa yang harus dijaga dan apa-apa yang akan terjadi kemudian dia mengatakan bahwa makna dari إن هذه أمتكم أمة واحدة adalah sunnah (jalan) kalian adalah jalan yang satu.
Adapun maksud firman Allah وتقطعوا أمرهم بينهم adalah umat-umat berselisih terhadap para rasul mereka, ada dari mereka yang mengimani namun ada juga yang mendustai mereka. Karena itulah firman-Nya كل إلينا راجعون yaitu : pada hari kiamat, Dia swt akan memberikan balasan sesuai dengan amalnya, jika amalnya baik maka dibalas dengan kebaikan dan jika ia buruk maka dibalas dengan keburukan. Karena itu juga Allah berfirman فمن يعمل من الصالحات وهو مؤمن yaitu hatinya beriman dan beramal shaleh فلا كفران لسعيه seperti firman-Nya إنا لا نضيع أجر من أحسن عملا (QS. Al Kahfi : 30) yang berarti usaha atau amalnya tidak akan diingkari bahkan diberikan balasan dan tidaklah dizhalimi walau sebesar biji sawi sekali pun, karena itu pula firman-Nya selanjutnya وإنا له كاتبون yaitu akan ditulis seluruh amalnya dan tidak akan disia-siakan sedikit pun. (Tafsir al Qur’anil Azhim juz V hal 371 – 372)

Al Qurthubi mengatakan bahwa makna وتقطعوا أمرهم بينهم mereka saling berpecah didalam agama, demikian dikatakan al Kalibi, sementara al Akhfasy mengatakan bahwa mereka saling berselisih didalamnya.

Al Qurthubi juga mengatakan bahwa yang dimaksud di situ adalah orang-orang musyrik, mereka dicerca karena telah menyimpang dari kebenaran serta mengambil tuhan-tuhan selain Allah. Al Azhariy mengatakan bahwa maknanya adalah mereka telah berpecah belah didalam urusan (agama) mereka.

Maksudnya adalah seluruh makhluk, yaitu mereka telah menjadikan urusan didalam agama mereka terpotong-potong dan mereka mebagi-bagi diantara mereka. Diantara mereka ada yang tetap bertauhid, ada yang menjadi Yahudi, ada yang menjadi Nashrani dan ada yang menyembah raja atau berhala. Dan كل إلينا راجعون yaitu seluruhnya akan dikembalikan kepad pengadilan Kami lalu Kami memberikan balasan kepada mereka. (Al Jami’ Li Ahkmil Qur’an jilid VI hal 304 – 305)

Didalam menafsirkan ayat-ayat diatas Sayyid Qutb mengatakan bahwa umat para rasul adalah satu, mereka tegak diatas aqidah yang satu dan agama yang satu. Asasnya adalah tauhid yang menjadi da’wah para rasul sejak awal hingga akhir risalah-risalah tanpa ada pergantian atau perubahan pada asal yang besar ini.

Sesungguhnya berbagai perincian dan penambahan didalam manhaj kehidupan tegak diatas aqidah tauhid yang sesuai dengan kesiapan setiap umat, perkembangan setiap generasi, sesuai pertumbuhan pengetahuan dan pengalaman manusia, kesiapan mereka terhadap berbagai tipe taklif dan syari’at serta sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan baru yang tumbuh bersama pengalaman mereka dan perkembangan kehidupan, berbagai sarana dan hubungan antara generasi satu dengan lainnya.
Bersamaan dengan kesatuan umat para rasul dan kesatuan dasar yang diatasnya tegak seluruh risalah itu terjadilah perpecahan dikalangan para pengikutnya dalam urusan (agama), setiap mereka menjadi sebuah potongan dan lari darinya. Lalu muncul perdebatan dan banyak perselisihan terjadi diantara mereka serta bangkitlah permusuhan dan kebencian diantara mereka… Hal itu terjadi diantara para pengikut dari rasul yang satu hingga mengakibatkan sebagian mereka membunuh sebagian lainnya dengan mengatasnamakan aqidah padahal aqidahnya satu dan umat para rasul seluruhnya adalah satu.

Sungguh perpecahan diantara mereka dalam urusan (agama) mereka di dunia dan seluruhnya akan dikembalikan kepada Allah di akherat كل إلينا راجعون yaitu seluruhnya hanya kembali kepada-Nya. Dia lah yang berhak menghisab mereka dan Yang mengetahui atas apa yang mereka lakukan baik berupa petunjuk atau kesesatan . (Fii Zhilalil Qur’an juz IV hal 2397)

Didalam sebuah hadits shahih yang sudah masyhur yang diriwayatkan oleh Ashabus Sunan dan masanid seperti Abu Daud, Nasai, Tirmidzi dan yang lainnya dengan beberapa lafazhnya, diantaranya,”Orang-orang Yahudi akan terpecah menjadi tujuh puluh satu golongan seluruhnya di neraka kecuali satu. Orang-orang Nasrani terpecah menjadi tujuh puluh dua golongan seluruhnya di neraka kecuali satu. Dan umatku akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan seluruhnya di neraka kecuali satu.” Didalam riwayat lain,”Mereka bertanya,’Wahai Rasulullah, siapakah golongan yang selamat ?

Beliau saw menjawab,’Siapa yang berada diatas (ajaran) seperti ajaranku hari ini dan para sahabatku.” (HR. Thabrani dan Tirmidzi) didalam riwayat lain disebutkan,”ia adalah jama’ah, tangan Allah berada diatas tangan jama’ah.” (HR. Ahmad dan Abu Daud)
Siapa Golongan Yang Selamat ?

Syeikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz mengatakan bahwa “Golongan yang Selamat” adalah jama’ah yang istiqomah diatas jalan Nabi saw dan para sahabatnya, mengesakan Allah, menaati berbagai perintah dan menjauhi berbagai larangan-Nya, istiqomah dengannya dalam perkataan, perbuatan maupun aqidahnya. Mereka adalah ahlul haq, para penyeru kepada petunjuk-Nya walaupun mereka tersebar di berbagai negeri, diantara mereka ada yang tinggal di Jazirah Arab, Syam, Amerika, Mesir, Afirka, Asia, mereka adalah jama’ah-jama’ah yang banyak yang mengetahui aqidah dan amal-amal mereka. Apabila mereka berada diatas jalan tauhid, keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya, istiqamah diatas agama Allah sebagaimana yang terdapat pada Al Qur’an dan Sunnah Rasul-Nya maka mereka adalah Ahlus Sunnah wal Jama’ah walaupun mereka berada di banyak tempat namun pada akhir zaman jumlah mereka tidaklah banyak.

Dengan demikian, kriiteria mereka adalah keistiqomahan mereka berada diatas kebenaran. Apabila terdapat seseorang atau jama’ah yang menyeru kepada Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya, menyeru kepada tauhid Allah serta mengikuti syariahnya maka mereka adalah jama’ah, mereka adalah “Golongan yang Selamat”.

Adapun orang yang menyeru kepada selain Kitabullah atau selain Sunnah Rasul saw maka mereka bukanlah jama’ah bahkan termasuk kedalam golongan yang sesat dan merusak.

Sesungguhnya golongan yang selamat adalah para penyeru Al Qur’an dan Sunnah, walaupun ia adalah jama’ah ini atau jama’ah itu selama tujuan dan aqidahnya adalah satu tidak masalah apakah ia adalah jama’ah : Anshorus Sunnah, al Ikhwan al Muslimin atau yang lainnya, yang penting aqidah dan amal mereka. Apabila mereka istiqomah diatas kebenaran, tauhidullah, ikhlas dengannya, mengikuti rasul-Nya saw baik perkataan, perbuatan, aqidah sedangkan nama tidaklah menjadi persoalan akan tetapi hendaknya mereka bertakwa kepada Allah dan bersifat shidiq.

Apabila sebagian mereka menamakan jam’ahnya dengan Anshorus Sunnah, sebagian lain menamakannya dengan Salafiy atau al Ikhwan al Muslimin atau jama’ah ini dan itu maka tidaklah menjadi persoalan selama jama’ah itu shidiq dan istiqomah diatas kebenaran dengan mengikuti Kitabullah dan Sunnah serta menghukum dengan keduanya, istiqomah diatas keduanya baik aqidah, perkataan dan perbuatan. Apabila jama’ah itu melakukan kesalahan dalam suatu urusan maka wajib bagi ahli ilmu untuk mengingatkannya dan menunjukinya kepada kebenaran apabila buktinya telah jelas.
Hal itu berarti : Hendaknya kita saling bekerja sama didalam kebajikan dan ketakwaan, mencari solusi terhadap berbagai problematika kita dengan ilmu, hikmah, cara-cara yang baik. Barangsiapa yang melakukan kesalahan dalam suatu urusan dari jama’ah-jama’ah ini atau selain mereka yang berkaitan dengan aqidah atau apa-apa yang diwajibkan Allah atau diharamkan Allah maka hendaknya mereka diingatkan dengan dalil-dalil syar’i dengan cara yang lembut, bijaksana, cara yang baik sehingga mereka mau mengakui dan menerima kebenaran serta tidak lari darinya. Ini adalah kewajiban kaum muslimin untuk saling bekerja sama dalam kebajikan dan ketakwaan, saling menasehati diantara mereka dan tidak saling menghina yang bisa membuka peluang musuh untuk masuk ketengah-tengah mereka. (Majmu’ Fatawa wa Maqolat Mutanawwi’ah juz VIII hal 181)

Wallahu A’lam

Allah-made Versus Man-made Way Of Life


Ketika Rub’iy bin Amer radhiyallahu ’anhu bernegosiasi dengan Panglima Angkatan Bersenjata Persia bernama Rustum, beliau menyampaikan tiga pesan yang menjadi ucapan legendaris dalam sejarah Islam. Point ketiga dari pesan beliau berbunyi sebagai berikut:

إن الله ابتعثنا لنخرج العباد من جور الأديان إلى عدل الإسلام

”Sesungguhnya Allah mengutus kami (ummat Islam) untuk mengeluarkan hamba-hamba Allah (ummat manusia) dari kezaliman berbagai dien menuju keadilan Al-Islam.”

Kata dien seringkali diterjemahkan dengan istilah agama. Padahal dien merupakan suatu istilah yang bermakna jauh lebih luas daripada sekadar agama. Sebab agama pada galibnya diasosiasikan dengan agama Yahudi, Nasrani, Hindu, Budha dan lain sebagainya yang semuanya hanya terbatas pada sistem religi atau sistem keyakinan. Sedangkan kata dien berarti sistem hidup atau way of life dimana sistem religi hanya merupakan salah satu bagian daripadanya. Contoh way of life ialah Komunisme, Kapitalisme, Liberalisme, Sosialisme, Nasionalisme, Demokrasi, Theokrasi dan tentu saja Islam termasuk di dalamnya.

Perbedaannya ialah bahwa berbagai dien selain Al-Islam merupakan dien buatan manusia atau man-made way of lives. Sementara Islam merupakan satu-satunya dien ciptaan Allah sehingga ia disebut Dienullah (Allah-made way of life). Seluruh dien buatan manusia atau man-made way of lives pasti mengandung ketidaksempurnaan. Sebab ia dibuat oleh manusia yang tidak luput dari khilaf dan kesalahan. Sedangkan Islam merupakan dien yang sempurna karena diciptakan oleh Allah Yang Maha Sempurna. Segenap dien buatan manusia sedikit banyak pasti mengandung kezaliman, sedangkan dienullah Al-Islam merupakan satu-satunya dien yang akan mengantarkan manusia ke dalam hidup penuh keadilan.

Mengapa segenap dien selain Islam pasti melahirkan kezaliman? Karena segenap dien tersebut dibuat oleh manusia yang Allah sendiri gambarkan sebagai makhluk yang zalim lagi bodoh. Manusia dikatakan zalim dan bodoh karena bersedia menerima amanah berat yang sebelumnya telah ditawarkan kepada langit, bumi dan gunung-gunung namun mereka semua enggan memikul amanah berat tersebut. Lalu manusia menerimanya. Maka Allah sebut manusia sebagai makhluk yang zalim lagi bodoh.

إِنَّا عَرَضْنَا الْأَمَانَةَ عَلَى السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ

أَنْ يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الْإِنْسَانُ إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولًا

”Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh.” (QS Al-Ahzab ayat 72)

Allah menyebut manusia zalim dan amat bodoh karena saat manusia menerima amanah tersebut ia seolah mengabaikan rasa ”khawatir akan mengkhianatinya”. Padahal makhluk-makhluk besar lainnya yang ukurannya jauh lebih besar daripada manusia menolak memikulnya karena khawatir akan mengkhianatinya. Manusia terlalu percaya diri bahwa ia akan berlaku jujur dan amanah dalam memikulnya. Dan pada kenyataannya memang ternyata kebanyakan manusia di dalam memikul amanah yang Allah berikan kepadanya berlaku khianat.

Dalam kitab tafsir Ibnu Katsir disebutkan bahwa Al-Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ’anhu,” Yang dimaksud dengan amanat ialah ketaatan.” Allah menawarkan ketaatan kepada langit, bumi dan gunung-gunung sebelum Dia menawarkannya kepada Adam. Namun ketiganya tidak sanggup. Lalu Allah berfirman kepada Adam, ”Sesungguhnya aku telah menwarkan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung. Semuanya tidak sanggup. Apakah kamu sanggup memegang teguh perkara yang ada di balik amanat tersebut?” Adam berkata, ”Ya Rabbku, apakah yang ada di baliknya?” Allah berfirman, ”Jika kamu berbuat baik maka mendapat imbalan dan jika berbuat buruk maka mendapat hukuman.” Kemudian Adam mengambilnya, lalu memikulnya. Maka Adam lalu terpedaya oleh perintah-perintah Allah. Sehingga belum berlalu waktu yang terlalu panjang Adam sudah mengkhianati amanat tersebut dengan melakukan dosa kemaksiatan atau kedurhakaan kepada Allah Sang Pemberi amanat.

Ketaatan yang Allah kehendaki dari manusia bukanlah ketaatan dalam urusan kehidupan pribadi semata. Namun ketaatan itu harus mencakup ketaatan dalam mengelola urusan kehidupan bermasyarakat dan bernegara dengan mengikuti sistem hidup buatan Allah (Dienullah). Bila manusia menata kehidupan pribadi dan sosialnya berdasarkan Allah-made way of life (Dienullah), maka mereka semua akan memperoleh imbalan yang baik dari Allah di dunia maupun di akhirat kelak nanti. Dan itu sekaligus mencerminkan terwujudnya masyarakat yang bersikap jujur dan amanah dalam memikul amanat yang datang dari Allah.

Namun dalam kenyataannya banyak masyarakat yang dalam menata kehidupan pribadi serta sosialnya lebih memilih untuk menjadikan man-made way of lives (dien buatan manusia) sebagai sistem hidupnya. Dengan demikian mereka bakal memperoleh hukuman Allah di dunia serta di akhirat, cepat ataupun lambat. Dan ini sekaligus mencerminkan terwujudnya masyarakat yang bersikap zalim lagi amat bodoh dalam memikul amanat yang telah diterimanya dari Allah. Masyarakat yang lebih suka menjadikan man-made way of lives (dien buatan manusia) sebagai sistem hidupnya dan dengan sengaja meninggalkan Allah-made way of life (dienullah), maka kezaliman akan tumbuh dengan subur di dalamnya. Dan masyarakat seperti itu layak disebut sebagai masyarakat Jahiliyah (masyarakat yang penuh kebodohan). Kebodohan yang dimaksud adalah al-jahlu ’anil-haq (kebodohan akan hakikat kebenaran).

Semenjak dibubarkannya sistem Islam yang disebut Khilafah Islamiyyah pada tahun 1924, maka dunia belum menyaksikan wujudnya masyarakat yang menjadikan dienullah semata sebagai sistem hidupnya. Segenap masyarakat dunia dewasa ini menata kehidupan bermasyarakat dan bernegaranya berdasarkan aneka sistem hidup buatan manusia. Tidak satupun yang menjadikan dienullah sebagai sistem hidupnya. Termasuk negeri-negeri yang mengaku dirinya sebagai negara Islam, maka pada hakikatnya mereka belum menjalankan sistem hidup dienullah. Sebab mereka masih ter-shibghoh (diwarnai) oleh faham qaumiyyah (Nasionalisme). Nasionalisme menganut sistem dimana sebuah negara dibangun berdasarkan kesamaan bangsa sebagai pengikat utama anggota masyarakatnya. Adapun sistem Islam menampung dan mengayomi segenap manusia dari aneka warna kulit, ras, suku dan bangsa. Berbagai negara yang ada dewasa ini sangat membatasi populasinya berdasarkan konsep kebangsaan. Ikatan utama dalam sebuah masyarakat dan negara Islam ialah aqidah Laa ilaaha illa Allah wa Muhammadur Rasulullah. Apapun warna kulit, suku maupun bangsa seseorang selagi ia ber-syahadatain, maka ia memiliki hak dan kewajiban yang sama sebagai warga sistem dienullah tersebut.

Sudah tiba masanya bagi ummat Islam untuk meninggalkan segenap dien buatan manusia dan menegakkan sistem hidup berlandaskan dienullah. Namun ada prasyarat fundamental yang perlu dipenuhi terlebih dahulu. Haruslah wujud sekumpulan ummat yang memiliki aqidah Islamiyyah secara kokoh dan meyakini sepenuhnya bahwa urusan sistem hidup merupakan urusan yang sangat penting. Bila ummat Islam masih menaruh harapan pada berbagai man-made way of lives, maka sistem Islam tidak akan pernah kunjung tegak. Hanya dan hanya jika ummat Islam telah benar-benar meyakini bahwa Islam-lah satu-satunya way of life yang pasti menghantarkan terwujudnya masyarakat penuh keadilan, maka sistem Islam akan tegak.

Alangkah ironis-nya bila setiap wirid pagi dan petang seorang muslim membaca:

رضيت بالله ربا و بالإسلام دينا و بمحمد نبا و رسولا

“Aku ridha Allah sebagai Rabb, dan Islam sebagai dien (sistem hidup) dan Muhammad sebagai Nabi dan Rasul.”

Ia membacanya setiap pagi dan petang, namun dalam realitanya ia menunjukkan sikap ridha terhadap berlakunya sistem hidup buatan manusia sebagai way of life. Ia tidak memiliki kegelisahan dan kecemburuan terhadap kenyataan bahwa manusia di sekitarnya masih rela hidup dengan dien-dien selain dienullah. Padahal inilah makna ucapan legendaris Rub’iy bin Amer:

إن الله ابتعثنا لنخرج العباد من جور الأديان إلى عدل الإسلام

”Sesungguhnya Allah mengutus kami (ummat Islam) untuk mengeluarkan hamba-hamba Allah (ummat manusia) dari kezaliman berbagai dien menuju keadilan Al-Islam.”

Tiga Tanda Kiamat Yang Harus Diantisipasi Dewasa Ini


Ada tiga tanda fenomenal dari tanda-tanda Kiamat yang perlu diantisipasi dewasa ini oleh umat manusia pada umumnya dan umat Islam pada khususnya. Dua di antara ketiga tanda itu masuk dalam kategori tanda-tanda besar Kiamat. Satu lagi kadang dimasukkan ke dalam tanda besar, namun ada pula yang menyebutnya sebagai tanda penghubung antara tanda- tanda-tanda kecil Kiamat dengan tanda-tanda besar Kiamat.

Tanda penghubung antara tanda-tanda kecil Kiamat dengan tanda-tanda besar Kiamat ialah diutusnya Imam Mahdi. Imam Mahdi merupakan tanda Kiamat yang menghubungkan antara tanda-tanda kecil Kiamat dengan tanda-tanda besar Kiamat karena datang pada saat dunia sudah menyaksikan munculnya seluruh tanda-tanda kecil Kiamat yang mendahului tanda-tanda besar Kiamat. Allah tidak akan mengizinkan tanda-tanda besar Kiamat datng sebelum berbagai tanda kecil Kiamat telah tuntas kemunculannya.

Banyak orang barangkali belum menyadari bahwa kondisi dunia dewasa ini ialah dalam kondisi dimana hampir segenap tanda-tanda kecil Kiamat yang diprediksikan oleh Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam telah bermunculan semua. Coba perhatikan beberapa contoh tanda-tanda kecil Kiamat berikut ini:

  • Dan perceraian banyak terjadi ويكثر الطلاق
  • Dan banyak terjadi kematian mendadak (tiba-tiba) و الموت الفجاء
  • Dan banyak mushaf diberi hiasan (ornamen) و حلية المصاحف
  • Dan masjid-masjid dibangun megah-megah و زخرفت المساجد
  • Dan berbagai perjanjian dan transaksi dilanggar sepihak و نقضت العهود
  • Dan berbagai peralatan musik dimainkan و استعملت المأزف
  • Dan berbagai jenis khamr diminum manusia و شربت الخمور
  • Dan perzinaan dilakukan terang-terangan و فخش الزنا
  • Dan para pengkhianat dipercaya (diberi jabatan kepemimpinan) و اؤتمن الخائن
  • Dan orang yang amanah dianggap pengkhianat (penjahat/teroris) و خون الأمين
  • Tersebarnya Pena (banyak buku diterbitkan) ظهور القلم
  • Pasar-pasar (Mall, Plaza, Supermarket) Berdekatan تتقارب الأسواق
  • Penumpahan darah dianggap ringan استخفاف بالدم
  • Makan riba أكل الربا

Jadi kalau kita perhatikan, contoh-contoh di atas jelas sudah kita jumpai di zaman kita dewasa ini. Bahkan bila kita buka kitab para Ulama yang menghimpun hadits-hadits mengenai tanda-tanda kecil Kiamat, lalu kita baca satu per satu hadits-hadits tersebut hampir pasti setiap satu hadits selesai kita baca kita akan segera bergumam di dalam hati: “Wah, yang ini sudah..!” Hal ini akan selalu terjadi setiap habis kita baca satu hadits. Laa haula wa laa quwwata illa billah....

Jika tanda-tanda kecil Kiamat sudah hampir muncul seluruhnya berarti kondisi dunia dewasa ini berada di ambang menyambut kedatangan tanda-tanda besar Kiamat. Dan bila asumsi ini benar, berarti dalam waktu dekat kita semua sudah harus bersiap-siap untuk menyambut datangnya tanda penghubung antara tanda-tanda kecil Kiamat dengan tanda-tanda besar Kiamat, yaitu diutusnya Imam Mahdi ke tengah ummat Islam. Hal ini menjadi selaras dengan isyarat yang diungkapakan Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam mengenai dua pra-kondisi menjelang diutusnya Imam Mahdi.

أُبَشِّرُكُمْ بِالْمَهْدِيِّ يُبْعَثُ فِي أُمَّتِي عَلَى اخْتِلَافٍ مِنْ النَّاسِ

وَزَلَازِلَ فَيَمْلَأُ الْأَرْضَ قِسْطًا وَعَدْلًا كَمَا مُلِئَتْ جَوْرًا وَظُلْمًا

“Aku kabarkan berita gembira mengenai Al-Mahdi yang diutus Allah ke tengah ummatku ketika banyak terjadi perselisihan antar-manusia dan gempa-gempa. Ia akan memenuhi bumi dengan keadilan dan kejujuran sebagaimana sebelumnya dipenuhi dengan kese-wenang-wenangan dan kezaliman.” (HR Ahmad)

Nabi shollallahu ’alaih wa sallam mengisyaratkan adanya dua prakondisi menjelang diutusnya Imam Mahdi ke tengah ummat Islam. Kedua prakondisi tersebut ialah pertama, banyak terjadi perselisihan antar-manusia dan kedua, terjadinya gempa-gempa. Subhaanallah. Jika kita amati kondisi dunia saat ini sudah sangat sarat dengan perselisihan antar-manusia, baik yang bersifat antar-pribadi maupun antar-kelompok. Demikian pula dengan fenomena gempa sudah sangat tinggi frekuensi berlangsungnya belakangan ini.

Berarti kedatangan Imam Mahdi merupakan tanda Akhir Zaman yang jelas-jelas harus kita antisipasi dalam waktu dekat ini. Dan jika sudah terjadi berarti kitapun harus segera mempersiapkan diri untuk mematuhi perintah Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam yang berkaitan dengan kemunculan Imam Mahdi. Kita diperintahkan untuk segera berbai’at dan bergabung ke dalam barisannya sebab episode-episode berikutnya merupakan rangkaian perang yang dipimpin Imam Mahdi untuk menaklukkan negeri-negeri yang dipimpin oleh para Mulkan Jabriyyan (Para penguasa yang memaksakan kehendak dan mengabaikan kehendak Allah dan RasulNya).

فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَبَايِعُوهُ وَلَوْ حَبْوًا عَلَى الثَّلْجِ فَإِنَّهُ خَلِيفَةُ اللَّهِ الْمَهْدِيُّ

“Ketika kalian melihatnya (Imam Mahdi) maka ber-bai’at-lah dengannya walaupun harus merangkak-rangkak di atas salju karena sesungguhnya dia adalah Khalifatullah Al-Mahdi.” (HR Ibnu Majah)

Imam Mahdi akan mengibarkan panji-panji Al-Jihad Fi Sabilillah untuk memerdekakan negeri-negeri yang selama ini dikuasai oleh para Mulkan Jabriyyan (Para penguasa yang memaksakan kehendak dan mengabaikan kehendak Allah dan RasulNya). Beliau akan mengawali suatu proyek besar membebaskan dunia dari penghambaan manusia kepada sesama manusia untuk hanya menghamba kepada Allah semata, Penguasa Tunggal dan Sejati langit dan bumi. Beliau akan memastikan bahwa dunia diisi dengan sistem dan peradaban yang mencerminkan kalimatthoyyibah Laa ilaha illAllah Muhammadur Rasulullah dari ujung paling timur hingga ujung paling barat.

Ghazawaat (perang-perang) tersebut akan dimulai dari jazirah Arab kemudian Persia (Iran) kemudian Ruum (Eropa dan Amerika) kemudian terakhir melawan pasukan Yahudi yang dipimpin langsung oleh puncak fitnah, yaitu Dajjal. Dan uniknya pasukan Imam Mahdi Insya Allah akan diizinkan Allah untuk senantiasa meraih kemenangan dalam berbagai perang tersebut.

تَغْزُونَ جَزِيرَةَ الْعَرَبِ فَيَفْتَحُهَا اللَّهُ ثُمَّ فَارِسَ فَيَفْتَحُهَا اللَّهُ

ثُمَّ تَغْزُونَ الرُّومَ فَيَفْتَحُهَا اللَّهُ ثُمَّ تَغْزُونَ الدَّجَّالَ فَيَفْتَحُهُ اللَّهُ

“Kalian akan perangi jazirah Arab dan Allah akan beri kemenangan kalian atasnya, kemudian kalian akan menghadapi Persia dan Allah akan beri kemenangan kalian atasnya, kemudian kalian akan perangi Ruum dan Allah akan beri kemenangan kalian atasnya, kemudian kalian akan perangi Dajjal dan Allah akan beri kemenangan kalian atasnya.” (HR Muslim)

Lalu kapan Nabiyullah Isa ’alihis-salaam akan turun dari langit diantar oleh dua malaikat di kanan dan kirinya? Menurut hadits-hadits yang ada Nabi Isa putra Maryam ’alihis-salaam akan datang sesudah pasukan Imam Mahdi selesai memerangi pasukan Ruum menjelang menghadapi perang berikutnya melawan pasukan Dajjal. Pada saat itulah Nabi Isa ’alihis-salaam akan Allah taqdirkan turun ke muka bumi untuk digabungkan ke dalam pasukan Imam Mahdi dan membunuh Dajjal dengan izin Allah.

Begitu Imam Mahdi dan pasukannya mendengar kabar bahwa Dajjal telah hadir dan mulai merajalela menebar fitnah dan kekacauan di muka bumi, maka Imam Mahdi mengkonsolidasi pasukannya ke kota Damaskus. Lalu pada saat pasukan Imam Mahdi menjelang sholat Subuh di sebuah masjid yang berlokasi di sebelah timur kota Damaskus tiba-tiba turunlah Nabi Isa ’alihis-salaam diantar dua malaikat di menara putih masjid tersebut. Maka Imam Mahdi langsung mempersilahkan Nabi Isa ’alihis-salaam untuk mengimami sholat Subuh, namun ditolak olehnya dan malah Nabi Isa ’alihis-salaam menyuruh Imam Mahdi untuk menjadi imam sholat Subuh tersebut sedangkan Nabi Isa ’alihis-salaam makmum di belakangnya. Subhanallah.

" ينزل عيسى بن مريم ، فيقول أميرهم المهدي : تعال صل بنا ،

فيقول : لا إن بعضهم أمير بعض ، تكرمة الله لهذه الأمة " .

"Turunlah Isa putra Maryam ’alihis-salaam. Berkata pemimpin mereka Al-Mahdi: "Mari pimpin sholat kami." Berkata Isa ’alihis-salaam: "Tidak. Sesungguhnya sebagian mereka pemimpin bagi yang lainnya sebagai penghormatan Allah bagi Ummat ini." (Al Al-Bani dalam ”As-Salsalatu Ash-Shohihah”)

Saudaraku, marilah kita bersiap-siap mengantisipasi kedatangan tanda-tanda Akhir Zaman yang sangat fenomenal ini. Tanda-tanda yang akan merubah wajah dunia dari kondisi penuh kezaliman dewasa ini menuju keadilan di bawah naungan Syariat Allah dan kepemimpinan Imam Mahdi beserta Nabiyullah Isa ’alihis-salaam.

Ya Allah, masukkanlah kami ke dalam barisan pasukan Imam Mahdi yang akan memperoleh satu dari dua kebaikan: ’Isy Kariman (hidup mulia di bawah naungan Syariat Allah) au mut syahidan (atau Mati Syahid). Amin ya Rabb.

Hidup Bagai Dikejar Seekor Singa


oleh Elfarouq


Bang kabir, begitu dia biasa dipanggil. Suatu hari dia bercerita di kamarku disela – sela obrolan ringan seputar kehidupan dan bagaimana agar kita saling mengingatkan dalam hal shalat berjama’ah dan ibadah lainnya. Tiba – tiba beliau berkata :
“ kamu tau wan, ada sebuah cerita yang dulu pernah disampaikan oleh guru saya ketika saya mengikuti pengajiannya di salah satu mesjid di desa saya. “
“ gimana bang “ tanyaku heran

“ kita itu hidup di dunia ini bagaikan seorang pemuda yang sedang di kejar singa buas di tengah – tengah hutan belantara. Kemanapun kita lari si singa ini terus mengejar kita, tidak pernah mengenal lelah. Untuk mula – mula boleh lah si pemuda masih kencang larinya, tapi setelah lima jam kemudian apa yang dia rasakan? Tentu kelelahan kan.

Di tengah – tengah kelelahan itu dia sampai ke pinggiran hutan dan si singa masih saja mengejar dia seakan tidak pernah lelah. sekitar tiga puluh kilo meter lagi si singa di belakan dia, tiba – tiba si pemuda menemukan sebuah sumur tua di bawah pohon beringin rindang dengan akar yang menjalar ke mana – mana termasuk ke dalam sumur tersebut.

Tanpa berfikir panjang si pemuda yang sedang ketakutan ini turun ke dalam sumur setelah melihat ada tangga tua yang menjulur ke dasar. Setengah tergopoh dia mencoba turun ke bawah karena takut terkejar oleh sang singa. Tepat di pertangahan tangga yang sudah sangat rapuh itu dia baru dapat menghela nafas agak lega.

Di atas terlihat wajah kepala seekor singa sedang menunggunya keluar. Tanpa disadari tangga yang dia pijak sebenarnya sudah sangat rapuh. Sedikit sja badanya condong ke tengah tangga akan segera roboh. Di bawah sumur tua itu, lagi – lagi tanpa ia sadari terdapat banyak hewan berbisa seperti ular, kalajengking, bahkan mungkin buaya juga ada.

Sehari, dia masih bisa tetap bertahan tanpa makan dan tanpa banyak bergerak. Setelah beberapa hari dia mulai kelaparan dan berusaha mencari apa saja yang bisa dimakan. Tepat di tengah sumur yang nampak ada beberapa tetesan yang jatuh air dari atas pohon yang penuh akar itu. Dia mencoba meraih tetesan demi tetesan yang jatuh ke bawh itu. Pertama dia julurkan tangan kanannya ke tengah demi meraih tetesan air itu, tapi sangat disayangkan dia hanya mendapatkan satu tetesan saja. Untuk mendapatkan lebih banyak dia harus menjulurkan tangannya sedikit lebih panjang ke tengah. Setelah dia minum tetesan itu, alangkah terkejutnya ia karena ternyata itu adalah tetesan dari sarang lebah yang berada tepat di atas lubang sumur tua itu. Ya, tetesan itu adalah air madu yang sangat lezat. Dia mulai kegirangan dan berusaha sebisanya untuk mendapatkan tetesan madu itu lebih banyak lagi.

Dia mencoba menggunakan dedaunan di sampingnya, semakin banyak dia dapatkan semakin brtambah pula ia ingin mendapatkan madu agar lebih banyak lagi. Akhirnya dia mencoba untuk meraup tetesan itu tidak hanya dari satu, dua tetesan saja melainkan beberapa tetesan lain yang sekiranya dapat memuaskan nafsunya.

Dengan sedikit mencondngkan badannya ke tengah ia lupa kalau tangga tempat ia berpijak sudah sangat rapuh. Semakin ia mencondongkan badannya sembari menjulurkan tangn kana untuk mendapatkan hasil lebih banyak, tiba – tiba tangga yang ia pijak patah hingga tak terelakkan. Diapun terjatuh ke dasar sumur yang penuh dengan berbagai macam hewan berbisa itu. Dalam kepengapan sumur tua itu terdengarlah sorak – sorai beberapa suara binatang yang entah apa itu, seakan mereka sedang merayakan makanan idul fithri yang sangat dinanti – nantikan. Ya, ia kini menjadi santapan hewan – hewan kelaparan di dasar sumur.”

Mari kita sama – sama renungkan kisah diatas dengan segala kesadaran dan hati terbuka. Siapa sebenarnya singa yang siap menerkam kita setiap saat, apa perumpamaaan sebuah tangga dan air madu yang turun dari atas pohon itu, apa pula hewan – hewan berbisa yang sedang menunggu sang pemuda malang di dasar sumur itu..? sekarang mari kita cermati.

Singa buas yang siap memangsa kita tidak lain adalah Izrail, sang malaikat pencabut nyawa. Dia yang senantiasa mengikuti kita ke manapun kita berada, di manapun. Tidak melihat jabatan, kekuasaan, harta, dan kesiapan kita. Begitu dapat perintah dari sang kuasa dia hanya menjalankan tugas untuk menarik nyawa kita ke alam ke dua yang lebih langgeng dari alam pertama yang fana ini.
Si pemuda yang sedang dikejar singa tidak lain dan sudah kita maklum bersama adalah diri kita masing – masing. Kita harus sadar dengna intaian dia. Jangan sampai lalai dan lupa, karena kalau tidak dia akan segera menerkam kita tanpa ampun. Di manapun kita berada jangan sampai kita melupakan intaian berebahaya ini. Ingatlah ia selalu agar kita lebih bersemangat dalam mengumpulkan bekal untuk pulang nanti.

Sumur dan tangga yang menjadi tempat pijakkan kita adalah umur kita yang tidak kita ketahui kapan akan kembali ke pangkuannya. Umur yang yang sangat rapuh ini akan berkurang dari hari ke harinya, maka dari itu jangan sampai kita lalai dalam mengumpulkan bekal dan beramal saleh. Di atas umur yang sangat rentan ini kita dituntut agar bisa memanfaatkannya sebaik – baiknya.
Tetesan air madu yang melenakan itu, tidak ayal lagi adalah sifat dari dunia yang memang sangat indah dan melenakan kita. Nafsu hanya akan terbawa oleh keindahannya jika tidak diatur oleh kontrol iman yang benar. Karena sifat dunia itu sendiri. Semakin dalam kita teguk airnya semakin haus kita dibuatnya. Seakan dunia ini tidak ada akhirnya sampai kita lupa akan intaian singa dan kerapuhan umur kita.

Janganlah kita sampai terlena dengna keindahan dunia beserta pernak – perniknya. Ingatlah sabda Nabi :” dunia ini sangat manis dan sangat indah sekali, dan Allah telah menitipkannya kepada kalian. Maka dia akan melihat apa yang akan lengkau kerjakan “

Dalam al – Quran banyak firman Allah yang mengingatkan akan kenikmatan dunia dan bahwa ia tidak lain hanya permainan saja. Diantaranya :
“ dan apalah kehidupan dunia ini kecuali permainan yang melenakan “
“ sesungguhnya hidup ini tidak lain adalah perhiasan dunia saja “

Masih banyak ayat – ayat lain yang mengingatkan kita akan kefanaan dan kefatamorganaan kehidupan dunia ini.
Semoga dengan kisah singkat ini kita bisa mengambil ‘ibrah dan pelajaran untuk dijadikan sebagai acuan dalam mengerjakan amal saleh dan mengumpulkan bekal untuk persiapan di kehidupan kedua yang lebih kekal dan lebih indah dari kehidupan yang sedang kita jalani ini. Semoga bermanfaat.

Tidak Mampu Mengendalikan Amarah

Assalamu'alaikum Wr.Wb.

Ustadz Yth,

Saya pernah terbaca bahwa Sayyidina Umar Al Khatab berkata: " Barangsiapa takut kepada ALLAH SWT, niscaya tidak akan dapat dilihat marahnya "

Tetapi saya pernah melihat seorang Suami yang mempunyai Ilmu tentang Agama yang begitu luas dan begitu taat dalam beribadah wajib maupun sunnat, namun memiliki sifat 'temperamen panas' dimana tidak mampu mengawal emosinya bila marah pada anak dan istrinya dengan mengeluarkan caci-maki yang kotor/jelek.

Bagaimana Ustadz dapat menjelaskan keadaan seperti itu. Terima Kasih.

Jazakumullah.......

Wassalamu'alaikum Wr.Wb.

Ashriyati Ishak

Jawaban

Waalikumussalam Wr Wb

Saudara Ashriyati yang dimuliakan Allah swt

Diantara sifat orang yang beriman adalah mampu mengendalikan dirinya disaat marah, sebagaimana firman Allah swt :

وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ

Artinya : “Dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS. Al Imran : 134)

Seorang yang beriman tidak akan memperturutkan provokasi yang dilakukan setan didalam dirinya saat ia sedang marah yang dapat mengakibatkan dirinya hilang kendali bahkan tidak menyadari apa yang dilakukannya. Ia lebih memilih diam, melakukan introspeksi dan menenangkan seluruh anggota tubuhnya disaat marah, inilah kekuatan yang sesungguhnya, sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhori dari Abu Hurairoh dari Nabi saw bersabda,”Bukanlah kekuatan pada (kemampuan) bergulat akan tetapi pada yang mampu mengendalikan dirinya disaat marah.”

Tidak selamanya amarah itu dibenci akan tetapi terkadang justru hal itu dipuji oleh Allah swt, manakala amarahnya karena agama, Allah atau pelecehan terhadap aturan-aturan-Nya, sebagaimana disebutkan didalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dari Aisyah bahwa Rasulullah saw tidak pernah ada amarah didalam dirinya sedikit pun kecuali jika kehormatan Allah dihinakan maka beliau saw akan marah karena Allah.”

Dengan demikian gejolak amarah ini bisa menimpa siapa saja bahkan terhadap seorang yang beriman atau seorang yang alim sekali pun ketika keimanannya menurun atau lalai dari dzikrullah. Pada saat seperti inilah setan yang memang mengalir didalam aliran darah manusia itu berhasil memanfaatkan situasi dan mengendalikan dirinya untuk terus membakar dirinya dan memprovokasi jiwanya sehingga amarahnya meledak menjadi ungkapan-ungkapan kotor, jelek, ejekan, hardikan, atau bahkan pemukulan.

Inilah awalnya dan ketika hal ini terjadi berulang-ulang tanpa pernah dirinya berusaha menyadari sebab-sebab kemunculan amarahnya itu atau memperbaikinya maka lama-kelamaan hal itu menjadi akhlak atau kebiasaannya yang secara otomatis keluar tanpa terfikir sebelumnya sehingga dirinya menjadi temperamental atau mudah terbakar amarahnya bahkan terkadang dikarenakan hal-hal sepele.

Dan bagi seorang istri yang mendapati suaminya memiliki akhlak seperti itu hendaknya senantiasa meminta pertolongan kepada Allah swt dengan doa-doa yang dipanjatkannya agar Allah swt memberikan bimbingan dan arahan-Nya kepada diri dan suaminya. Kemudian hendaknya dirinya bersabar terhadap sikap suaminya itu dan janganlah menandingi kemarahannya dengan amarah pula maka sesungguhnya ini tidak akan menyelesaikan permasalahan atau meredakan amarahnya karena yang terjadi justru permasalahan akan semakin runyam dan tensi akan semakin meninggi. Seharusnya amarahnya mereda hanya dalam waktu 5 menit namun ia bisa menjadi setengah jam lebih karena ditanggapi oleh istrinya dengan amarah pula.

Untuk memperbaiki prilaku suami yang temperamental ini maka yang pertama bahwa prinsip pencegahan lebih baik daripada pengobatan. Untuk itu hendaklah si istri terlebih dahulu melakukan introspeksi terhadap dirinya (muhasabah) secara obyektif. Adakah prilakunya itu dikarenakan kekurangannya didalam melayaninya? Atau didalam mengurus anak-anaknya? Ataukah karena sikapnya yang menyinggung dirinya? Ataukah dikarenakan kegiatannya di luar rumah yang tidak disukainya? Ataukah…. Ataukah…. Dan jika memang dia mendapati bahwa dirinya juga menjadi penyebabnya maka hendaklah dia memperbaikinya. Dan tidak ada salahnya bagi si istri untuk lebih memberikan perhatian kepadanya baik ketika dia ada rumah maupun di luar rumah atau lebih menampakkan kecintaan dan kemesaraan kepadanya sehingga semakin mengikat hubungan hati diantara keduanya.

Adapun upaya-upaya yang bisa dilakukan setelah itu, diantaranya :

1. Langsung berdialog dengannya.

Cobalah disaat-saat anda berdua sedang bersantai, seperti ketika waktu makan, menjelang tidur, dan lainnya untuk mengkomunukasikan permasalahan diatas kepada dirinya, membicarakan tentang penyebab-penyebabnya dan mencari solusinya secara bersama. Dan pada saat ini pula cobalah anda sampaikan tentang sikap temperamennya yang tidak jarang membuat anda dan anak-anak takut, tegang, bingung dan sampaikan pula kepadanya pengaruh negatifnya terhadap anak-anak. Lalu mintalah darinya untuk mengurangi sikap temperamentalnya itu atau kalau mungkin menghentikannya sama sekali.

Dan hendaknya hal diatas dilakukan setelah anda terlebih dahulu memulainya dengan tawa, canda atau pujian-pujian terhadap dirinya maupun sifat-sifat yang ada pada dirinya.

2. Menulis surat atau sms kepadanya.

Apabila upaya pertama diatas tidak mendapatkan hasil maka anda bisa lakukan upaya yang lain yaitu dengan menuliskan surat, sms atau yang sejenisnya. Tuangkanlah didalam surat tersebut seluruh perasaan cinta dan sayang anda kepadanya, juga perasaan anak-anaknya kepada dirinya, pujilah dirinya, pujilah akhlaknya bahwa dirinya adalah kuat yang mampu menahan amarah. Lalu tuangkanlah isi hati anda, berupa kesedihan, ketakutan, kekhawatiran anda terhadap sikap temperamentalnya itu lalu tutuplah dengan harapan agar dirinya menghentikan sikapnya selama ini dan mintalah agar senantiasa mengingat Allah swt supaya hatinya menjadi tenang.

3. Dengan perantara orang lain

Upaya lainnya adalah anda bisa meminta bantuan dari orang yang terdekat dengannya, orang yang selama ini dihormati dan didengar ucapanya, seperti saudara perempuannya atau ibunya. Cobalah bicarakan permasalahan yang anda hadapi di keluarga kepada orang perantara itu dan mintalah bantuan darinya untuk membicarakannya kepada suami anda. Akan tetapi hal yang juga perlu anda ingatkan kepada perantara itu agar tidak mengatakan kepada suami anda bahwa dirinya mendapatkan aduan dari anda.

4. Anda juga bisa menggunakan sarana-sarana lainnya, seperti : mengajaknya mendengarkan caramah tentang menahan amarah, memberikan kepadanya artikel-artikel, buku-buku atau kaset-kaset tentang amarah dan bahayanya baik dilakukan dengan cara disengaja oleh anda seperti : dengan cara menyodorkannya kepada dirinya atau dengan cara tampak tidak disegaja, seperti : meletakkannya di tempat-tempat yang bisa terlihat olehnya di rumah. Seperti : di meja kerja, ruang perpustakaan keluarga, di tempat tidur dan lainnya.

Wallahu A’lam

Rabu, 22 Juli 2009

Negeri Syams dan Fitnah Dajjal

Assalamu'alaikum Wr Wb,

Pak Ustadz Yth,

Saya pernah mendengar tentang negeri Syams, yang kalau tidak salah dalam suatu hadits disebutkan sebagai salah satu daerah yang aman dari 'serangan' Dajjal (selain Mekkah & Madinah). Pertanyaan saya :

1. Dimanakah negeri Syams tersebut?

2. Apakah orang-orang yang tidak tinggal di negeri Syams pasti menjadi sasaran fitnah Dajjal? (serta kebalikannya)

3. Apakah hal utama yang perlu kita lakukan untuk membentengi diri / anak keturunan kita dari fitnah Dajjal?

Demikian pertanyaan saya, mohon maaf bila terdapat kekurangan. Terima kasih.

Wassalamu'alaikum Wr Wb,

taufik

taufik

Jawaban

Waalaikumussalam Wr Wb

Saudara Taufik yang dirahmati Allah swt

Tempat Keluarnya Dajjal

Didalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dari an Nawwas bin Sam’an bahwa Rasulullah saw bersabda,”…. Sesungguhnya dia (dajjal) akan keluar dari sebuah jalan yang terletak antara Syam dan Irak, maka ia berbuat kerusakan di sebelah kanan dan membuat kerusakan disebelah kiri, wahai hamba Allah bersiteguhlah kamu.” Kami bertanya,”Wahai Rasulullah berapa lama dia berada di bumi?’” beliau saw menjawab,”Empat puluh hari. Sehari bagai setahun, sehari bagai sebulan, sehari bagai satu jum’at dan hari-hari seperti hari-hari kalian.”

Sementara itu, Tirmidzi dan Ibnu Majah meriwayatkan dari Abu Bakar ash Shiddiq bahwa Rasulullah saw bersabda,”Dajjal akan keluar dari bumi sebelah timur, yang disebut Khurasan…”

Al Qurthubi mengatakan,”Terkadang disebutkan bahwa dia (dajjal) keluar dari Khurasan, dan dari Isfahan. Untuk menggabungkannya bahwa tempat pertama keluarnya adalah dari Khurasan di sebuah tempat Isfahan kemudian dia keluar menuju Hijaz antara Irak dengan Syam. (Hasyiayatus Sindiy ala Ibni Majah juz VII hal 437)

Isfahan sendiri—menurut Amin Muhammad Jamal, penulis buku Umur Umat Islam--berada diantara perbatasan Rusia dan Iran sekarang.

Syeikh Muhammad Shaleh al Munjid mengatakan bahwa dia (dajjal) keluar dari sebelah timur, diantara tempat fitnah dan kejahatan, sebagaimana sabda Nabi saw,”Fitnah ada di sini.” Beliau saw mengisyaratkan ke sebelah timur. Belahan timur merupakan sumber kejahatan dan fitnah, yang akan keluar dari sebelah timur itu, dari Khurasan melintasi Isfahan, masuk ke pulau kecil antara Syam dan Iraq, dan dia tidaklah memiliki keinginan kuat untu memasukinya kecuali Madinah karena di kota inilah terdapat orang yang memberi kabar gembira dan peringatan, yaitu Nabi saw sehingga dia merasa perlu untuk menguasai penduduk Madinah. Akan tetapi kota itu diharamkan baginya sebagaimana sabda Nabi saw,”disetiap pintu masuknya terdapat malaikat yang menjaganya.”

Lelaki ini (dajjal) keluar dari tempat antara Syam dan Iraq yang diikuti oleh orang-orang Yahudi Isfahan yang berjumlah 70.000 yang merupakan tentara-tentaranya. Yahudi adalah hamba-hamba Allah yang paling buuk dan paling sesat, mereka mengikuti dajjal, melindungi dan menolongnya. Mereka dan orang-orang yang mengikutinya menjadi tentara-tentaranya. Nabi saw bersabda,”Wahai hamba-hamba Allah bersiteguhlah, wahai hamba-hamba Allah bersiteguhlah.” Rasulullah saw menginginkan kita bersiteguh karena keadaan saat itu teramat genting, sehingga Nabi saw berabda,”Barangsiapa yang mendengar dajjal maka dia akan menjauhinya demi Allah sesungguhnya seorang laki-laki akan mendatanginya sementara dia mengira bahwa dirinya adalah seorang yang beriman sehingga dia mengikutinya (dajjal) dikarenakan munculnya berbagai syubuhat.” Seorang akan mendatanginya dan mengatakan,”Dia (dajjal) tidaklah menyesatkanku dan tidaklah aku terpengaruh olehnya akan tetapi dajjal terus menunjukkan kepadanya berbagai syubuhat sehingga orang itu mengikutinya. Naudzu billah. (Majmu’ Fatawa wa Rosail Ibnu Utsaimin juz II hal 4)

Mekah dan Madinah Tidak Terkena Fitnah Dajjal

Fitnah dajjal adalah fitnah yang terbesar, sebagaimana yang dirwayatkan oleh Ahmad dari Hisyam bin ‘Amir bahwa Rasulullah aw bersabda,”Tidak ada fitnah yang lebih besar dari fitnah dajjal.” Serta yang diriwayatkan oleh Imam Muslim,”Semenjak Adam diciptakan sampai berdirinya kiamat tidak ada hal (cobaan) yang lebih besar dari dajjal.”
Kemunculannya dari persembunyiannya selama ini—baca : Misteri al-Jassasah di Hadits Dajjal—pada akhir zaman membawa fitnah syubuhat dan syahwat yang luar biasa yang berhasil menundukkan hati dan iman yang lemah dari kaum muslimin, apalagi terhadap orang-orang musyrikin dan atheis.

Dan tidaklah satu tempat pun di bumi kecuali tempat itu telah disinggahi oleh dajjal dan menyebarkan berbagai fitnahnya di sana kecuali Mekah dan Thibah (Madinah)

Sebagaimana disebutkan didalam hadits al jassasah yang diriwayatkan oleh Imam Muslim,”…. Aku adalah al masihuddajal dan sesungguhnya aku hampir saja diizinkan untuk keluar. Maka aku akan keluar dan berjalan di muka bumi dan tidak ada satu pun kampung (negeri) kecuali aku memasukinya dalam waktu 40 malam selain Mekah dan Thaibah, kedua negeri itu terlarang bagiku. Setiap kali aku ingin memasuki salah satu dari negeri itu maka aku dihadang oleh malaikat yang ditangannya ada pedang berkilau dan sangat tajam untuk menghambatku dari kedua negeri tersebut. Dan disetiap celahnya terdapat malaikat yang menjaganya.

Ia (Fathimah, si perawi hadits) berkata,”Rasulullah saw bersabda sambil menghentakkan tongkatnya diatas mimbar,”Inilah Thaibah, inilah Thaibah, inilah Thaibah (maksudnya kota Madinah). Bukankah aku sudah menyampaikan kepada kalian tentang hal itu?’ Orang-orang (para sahabat) menjawab,”Benar.” (HR. Muslim)

Membentengi Diri Dari Fitnah Dajjal

Rasulullah saw telah mengajarkan kita bagaimana cara menyelamatkan diri dari fitnah dajjal diantaranya adalah :

1. Selalu menjaga doa-doa yang disuruh membacanya oleh Rasulullah saw pada akhir setiap shalat (setelah tahiyat akhir) yaitu :

اللَّهُمَّ إنِّي أَعُوذُ بِك مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ ، وَأَعُوذُ بِك مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ ، وَأَعُوذُ بِك مِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ ، وَأَعُوذُ بِك مِنْ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ

Artinya : “Wahai Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari adzab neraka jahanam, dan aku berlindung kepada-Mu dari adzab kubur, dan aku berlindung kepada-Mu dari fitnah hidup dan mati, dan berlindung kepada-Mu dari fitnah al masihuddajjal.”

2. Menghafal surat al Kahfi atau sepuluh ayat yang diawalnya atau sepuluh ayat yang diakhirnya. Bahkan orang yang menghafal tiga ayat saja diawal surat al Kahfi, maka ia akan terjaga dari dajjal.

Telah bersabda Rasulullah saw,”Barangsiapa yang menghafal sepuluh ayat dari awal surat al Kahfi, maka ia akan terjaga dari fitnah dajjal.” (HR. Muslim, Ahmad dan Tirmidzi)
Sedangkan didalam hadits Muslim dan Abu Daud disebutkan,”sepuluh ayat diakhir surat al Kahfi.” Dan didalam hadits yang lain disebutkan,”tiga ayat dari awal surat al Kahfi.”

Barangsiapa yang ditakdirkan oleh Allah melihat dajjal hendaklah ia meludahi mukanya seakan-akan ia adalah Khindzib, yaitu setan penggangu shalat. Dan hendaklah ia membaca ayat-ayat awal atau akhir dari surat al Kahfi, semoga Allah menyelamatkannya dari dajjal.

3. Barangsiapa yang mendengar kemunculan dajjal, hendaklah ia berlindung ke kota Madinah atau Mekah, karena kedua negeri itu tidak akan dapat dimasuki oleh dajjal.

4. Barangsiapa yang tidak mampu melakukan tiga hal diatas maka hendaklah ia lari dari depan dajjal, karena ia tidak akan membahayakannya dengan tetap berdzikir dan berdoa. (Umur Umat Islam hal 117 – 118)

Wallahu A’lam

Perbedaan Nabi dan Rasul

Assalamu'alaikum warohmatulloh wabarokatuh.

Ustadz, saya mau tanya

1. apa perbedaan antara nabi dan rosul (karena sementara pemahaman yang saya dapat dari dulu bahwa nabi mendapatkan wahyu dan hanya untuk dirinya saja, sementara rosul mendapatkan wahyu dan disampaikan kepada seluruh manusia).

2. apakah ke 25 nabi yang harus kita ketahui itu semuanya rosul?

Abu Aqielbono

Jawaban

Waalaikumussalam Wr Wb

Perbedaan Nabi dan Rasul

Ibnu Abil ‘Izz al Hanafi mengatakan bahwa mereka telah menyebutkan perbedaan antara nabi dan rasul dan yang terbaik adalah bahwa orang yang diberikan berita oleh Allah swt dengan berita dari langit, jika dia diperintahkan untuk menyampaikannya kepada orang lain maka ia adalah nabi dan rasul sedangkan jika dia tidak diperintahkan untuk menyampaikan kepada orang lain maka ia adalah nabi dan bukan rasul. Rasul lebih khusus daripada nabi, setiap rasul adalah nabi dan tidak setiap nabi adalah rasul. (Syarh ath Thahawiyah fii ‘Aqidah as Salaf hal 296)

Syeikh ‘Athiyah Saqar mengatakan bahwa nabi adalah seorang manusia yang diberikan wahyu kepadanya dengan suatu syariat untuk diamalkan akan tetapi dia tidak diperintahkan untuk menyampaikannya. Sedangkan Rasul adalah seorang manusia yang diberikan wahyu dengan suatu syariat untuk diamalkan dan dia diperintahkan untuk menyampaikannya. Setiap rasul adalah nabi dan tidak setiap nabi adalah rasul.
Muhammad saw adalah seorang nabi dan rasul. Firman Allah swt :

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ شَاهِدًا وَمُبَشِّرًا وَنَذِيرًا


Artinya : “Hai nabi, Sesungguhnya kami mengutusmu untuk jadi saksi, dan pembawa kabar gemgira dan pemberi peringatan.” (QS. Al Ahzab : 45)

مَّا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِّن رِّجَالِكُمْ وَلَكِن رَّسُولَ اللَّهِ وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ وَكَانَ اللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا


Artinya : “Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu., tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. dan adalah Allah Maha mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al Ahzab : 40)

Kedua ayat tersebut menggabung tentang sifat kenabian dan kerasulan (dalam diri Muhammad saw)

Terkadang suatu lafazh menempati lafazh yang lainnya, sebagaimana firman Allah swt :

وَكَمْ أَرْسَلْنَا مِن نَّبِيٍّ فِي الْأَوَّلِينَ

وَمَا يَأْتِيهِم مِّن نَّبِيٍّ إِلَّا كَانُوا بِهِ يَسْتَهْزِؤُون


Artinya : “Berapa banyaknya nabi-nabi yang telah kami utus kepada umat-umat yang terdahulu. Dan tiada seorang nabipun datang kepada mereka melainkan mereka selalu memperolok-olokkannya.” (QS. Az Zukhruf : 6 – 7) –Fatawa al Azhar juz VIII hal 101)

Bagaimana Dengan ke-25 Nabi Didalam Al Qur’an

Urutan para nabi yang disebutkan didalam Al Qur’an adalah Adam, Idris, Nuh, Huud, Shaleh, Ibrahim, Luth, Ismail, Ishaq, Ya’qub. Yusuf, Ayyub, Syuaib, Musa, Harun, Dzulkifli, Daud, Sulaiman, Ilyas, Ilyasa’, Yunus, Zakaria, Yahya, Isa dan Muhammad saw.
Tentang Adam as—menurut Syeikh Muhammad Shaleh al Utsaimin—bukanlah rasul akan tetapi ia adalah seorang nabi, sebagaimana disebutkan didalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Hibban didalam shahihnya bahwa Nabi saw ditanya tentang Adam apakah dia seorang nabi?” Beliau saw menjawab,”Ya, dia adalah nabi yang diajak bicara.”.

Akan tetapi dia bukanlah seorang rasul berdasarkan firman Allah swt :

Artinya : “Manusia itu adalah umat yang satu. (Setelah timbul perselisihan), Maka Allah mengutus para nabi, sebagai pemberi peringatan.” (QS. Al Baqoroh : 213) serta sabda Rasulullah saw didalam hadits syafaat, bahwa manusia mendatangi Nuh lalu mereka mengatakan,”Anda adalah rasul pertama yang diutus Allah swt kepada penduduk bumi.” Ini adalah nash yang jelas bahwa Nuh adalah rasul pertama. (Majmu’ Fatawa wa Rosail Ibnu Utsaimin hal 154)

Ada yang mengatakan bahwa Rasul adalah orang yang diutus dengan membawa syariat baru dan diperintahkan untuk menyampaikannya sedangkan nabi adalah orang yang diutus untuk memperbaharui syariat sebelumnya.

Dari definisi diatas, berarti Ismail, Ishaq, Sulaiman dan kebanyakan nabi Bani Israil as adalah para nabi dan bukan rasul. Sesunguhnya Ismail dan Ishaq diutus dengan syariat Ibrahim dan sebagian nabi Bani Israil menyeru dengan apa yang diturunkan kepada Musa berupa taurat, ini adalah pendapat Imam Syaukani dan Alusi didalam tafsirnya. (Markaz al Fatwa no. 51071)

Dengan demikian bisa dikatakan bahwa tidak semua nabi yang berjumlah 25 orang yang disebutkan didalam al Qur’an adalah rasul.

Wallahu A’lam