Ana baca kitab Fathul Baari jilid 17 bab tujuh lapis bumi menjelaskan tentang ayat :
"Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu. " (QS. Ath-Thalaaq: 12)
Ibnu hajar mengatakan ada 7 bumi karena jaraknya sangat dekat sehingga dianggap satu, isinya juga sama ada kita, nabi Adamnya sama, nabi Isanya sama begitu juga nabi Muhammadnya. Sedangkan pendapat lainnya jaraknya berjajar seperti langit (500 tahun perjalanan antar bumi). Ana jadi ingat konsep dunia paralel yang ada teori menyatakan bahwa jaraknya sangat dekat dengan kita hanya beberapa meter saja dan sempat ada filmnya dulu judulnya SLIDER, yang intinya ada bumi lain yang isinya juga sama, ada saya ada ustadz, dll.
Kira-kira ada pendapat lain gak ? mungkin ustadz bisa menjelaskan dari kitab2 karangan para ulama lainnya.
Wss.wrwb
SHB
Jawaban
Waalaikumussalam Wr Wb
Firman Allah swt :
اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَمِنَ الْأَرْضِ مِثْلَهُنَّ
Artinya : “Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi.” (QS. Ath Thalaq : 12)
Ibnu Hajar mengatakan bahwa bisa jadi perkataan (bumi) saling berdekatan karena jika tidak maka akan tampak bertentangan dengan Al Qur’an dan Sunnah. Hal itu juga ditunjukkan oleh apa yang diriwayatkan Ibnu Jarir dari jalan Syu’bah dari ‘Amr bin Murroh dari Abi adh Dhuha dari Ibnu Abbas tentang firman-Nya ومن الأرض مثلهن (dan seperti itu pula bumi), dia berkata,”Pada setiap bumi adalah seperti Ibrahim, dan seperti ciptaan yang ada di atas bumi.” Demikianlah apa yang diriwayatkan Ibnu Jarir secara ringkas dengan sanad yang shahih.
Diriwayatkan oleh Al Hakim dan Baihaqi dari jalan ‘Atho bin as Saaib dari Abi adh Dhuha secara panjang lebar, yaitu tujuh lapis bumi,”Di setiap bumi terdapat Adam seperti Adam kalian, Nuh seperti Nuh kalian, Ibrahim seperti Ibrahim kalian, Isa seperti Isa kalian dan seorang Nabi seperti Nabi kalian.” Al Baihaqi mengatakan,”sanadnya shahih.” hanya saja syadz (ganjil) karena terdapat Murroh.
Ibnu Hajar juga menjelaskan bahwa lahiriyah firman-Nya ومن الأرض مثلهن merupakan jawaban atas para ahli yang mengatakan bahwa tidak ada jarak antara satu bumi dengan bumi yang lainnya meskipun sebagiannya berada diatas sebagian yang lainnya, bahkan bumi ketujuh sangat padat dan tidak memiliki rongga, lalu di tengahnya terdapat titik sentral, demikian pula dengan pendapat-pendapat mereka yang lain yang tidak memiliki argumentasi.
Diriwayatkan dari Ahmad dan Tirmidzi dari Hadits Abu Hurairoh,”Sesungguhnya antara satu langit dengan langit yang lainnya berjarak lima ratus tahun, dan sesungguhnya bangunan setiap langit sama seperti itu. Dan antara satu bumi dengan bumi yang lainnya berjarak lima ratus tahun.”
Diriwayatkan pula oleh Ishaq bin Rohuwaih dan al Bazzar dari hadits Abu Dzar serupa dengan itu,”Antara setiap langit dengan langit yang lainnya berjarak tujuh puluh satu atau tujuh puluh dua tahun.
Kedua hadits tersebut dapat digabungkan yang berarti bahwa perbedaan jarak diantara keduanya adalah tergantung dari cepat atau lambat perjalanannya. (Fathul Bari juz VI hal 317)
Imam Suyuthi ketika ditanya tentang hadits yang diriwayatkan oleh Baihaqi dari Abi adh Dhuha dari Ibnu Abbas tentang,”Di setiap bumi terdapat Adam seperti Adam kalian, Nuh seperti Nuh kalian, Ibrahim seperti Ibrahim kalian, Isa seperti Isa kalian dan seorang Nabi seperti Nabi kalian.” Maka beliau (Suyuthi) menjawab bahwa hadits itu diriwayatkan oleh Hakim didalam “al Mustadrak” dan dia (Hakim) mengatakan bahwa hadits itu memiliki sanad yang shahih. Hadits itu juga diriwayatkan oleh Baihaqi didalam “Syu’abul Iman” dan dia mengatakan bahwa sanadnya shahih akan tetapi syadz (ada keganjilan) dengan adanya orang yang bernama Murroh, dan perkataan ini berasal dari Baihaqi dengan tujuan yang baik bahwa dia tidak mengharuskan shahihnya sanad dengan shahihnya matan, sebagaimana ditegaskan didalam ilmu tentang hadits karena adanya kemungkinan sanadnya shahih akan tetapi matannya syadz atau ‘illah (terdapat keganjilan tau cacat) yang dapat menghalangi keshahihannya. Dan apabila telah tampak kelemahan haditsnya maka hal itu sudah cukup daripada penta’wilannya karena dalam pemasalahan seperti ini tidak bisa menerima hadits-hadits yang lemah.
Sehingga bisa dita’wilkan bahwa yang dimaksud dengan mereka adalah para pemberi peringatan yang menyampaikan da’wah dikalangan jin tentang para nabi manusia, dan tidak mustahil apabila kemudian mereka dinamakan dengan nama-nama para nabi. (al Haawi Lil Fatawa juz II hal 70)
Ibnu Katsir juga mengatakan bahwa jika hadits itu betul berasal dari Ibnu Abbas maka sesungguhnya beliau telah mengambilnya dari israiliyat. (al Bidayah wan Nihayah jilid I hal 30))
Syeikh ‘Athiyah Saqar mengatakan (dalam hal ini) kita lepaskan akal dalam menyingkapnya atau mencari hasilnya dan apabila ia telah sampai kepada kenyataan yang kuat dan sesuai dengan yang telah ditetapkan maka ia tidak akan bertentangan dengan firman Allah swt, dan firman Allah haruslah menjadi dasar sedangkan yang lainnya haruslah dinilai dengannya dan dihukum berdasarkannya. Apabila makna nashnya sudah jelas maka ia tidaklah mengandung berbagai makna dan penakwilan.
Untuk itu berhati-hati adalah suatu kewajiban ketika tidak bisa menempatkan ayat-ayat al Qur’an terhadap segala sesuatu yang ingin disingkap ketika didalamnya terdapat banyak teori dan hipotesa… (Fatawa al Azhar juz VII hal 456)
Wallahu A’lam
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar