Senin, 29 Juni 2009

“Bagaimana Meraih Kebahagiaan”


Bahwa orang yang berimanan akan dianugerhakan Tuhan ketabahan dan kekuatan hati dalam menghadapi setiap kemungkinan-kemungkinan yang bakal terjadi dalam setiap sisi hidupnya, segala hal yang menimpanya baik itu berupa kerugian atau keuntungan tidak akan pernah menggoyahkan keteguhan imannya kepada Allah swt, sebagai Zat yang menentukan garis hidup manusia baik di dunia dan akherat. Dengan mengetahui akan hal ini maka jiwanya akan selalu merasa tentram dan tenang. Ia tidak pernah tamak kepada dunia disamping itu pula ia tidak akan terlalu menyesal ketika apa yang telah ia hasilkan tiba-tiba hilang darinya.

Berikut ini akan saya sampaikan beberapa hal yang dianjurkan oleh Islam agar kita bisa meraih kebahagiaan.

I. Tingkatkan kadar Iman dan amal sholeh.

Bagaimana Iman dapat menuntun kita untuk meraih kebahagiaan, hal ini dapat dijabarkan dengan beberapa hal.

pertama: Bahwa orang yang berimanan akan dianugerhakan Tuhan ketabahan dan kekuatan hati dalam menghadapi setiap kemungkinan-kemungkinan yang bakal terjadi dalam setiap sisi hidupnya, segala hal yang menimpanya baik itu berupa kerugian atau keuntungan tidak akan pernah menggoyahkan keteguhan imannya kepada Allah swt, sebagai Zat yang menentukan garis hidup manusia baik di dunia dan akherat. Dengan mengetahui akan hal ini maka jiwanya akan selalu merasa tentram dan tenang. Ia tidak pernah tamak kepada dunia disamping itu pula ia tidak akan terlalu menyesal ketika apa yang telah ia hasilkan tiba-tiba hilang darinya.

kedua: bahwa dengan iman dapat menjadikan manusia sebagai sosok insan yang memiliki visi dalam hidup, di mana visi ini selalu akan diperjuangkannya dengan segenap usaha dan kerja keras sebagai rasa kepeduliannya terhadap kemaslahatan semua orang yang ada disekitarnya. Maka secara tidak langsung bertolak dari rasa iman ini pula, sesungguhnya rasa sentimen individualisme manusia akan terkikis, mengingat ternyata betapa besar tanggungjawab seorang mukmin tadi terhadap bukan hanya dirinya melainkan juga terhadap masyarakat dan lingkungannya.

II. Tingkatkan kwalitas ahlak dan etika bergaul

Adapun cara meraih kebahagiaan yang kedua selain iman adalah: Selalu berusaha untuk memperbaiki kwalitas ahlak dan etika bergaul. Sebab satu hal yang harus diingat, bahwa sesungguhnya manusia adalah mahluk yang paling tidak bisa hidup menyendiri atau terisolasi dari kehidupan sosial. Manusia mutlak membutuhkan satu sama lainnya untuk survive. Dan dalam hukum interaksi sosial, manusia yang paling bisa survive dan meraih kebahagiaan sesungguhnya adalah manusia yang mampu menempatkan dirinya secara bijak dan proporsional sesuai dengan tuntunan etika serta ahlak yang baik. Satu ayat al-quran kita petik untuk menegaskan betapa beretika yang baik dan sopan adalah sangat penting supaya orang lain yang ada disekitar kita tidak menjauh bahkan lari dari kita, yaitu firman Allah SWT: فبِمَا رَحْمَةٍ

مِنْ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ َوشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْر ِ(آل عمران159)

"Seandainya kau berlaku kasar dan berhati keras sesungguhnya manusia akan menjauhi kamu, maka berlemah lembutlah dan mohonlah ampunan bagi mereka dan sertakanlah mereka bermusyawarah dalam setiap urusan"

III. Memperhatikan kesehatan

Cara ketiga meraih kebahagiaan adalah; senantiasa memperhatikan kesehatan. Kesehatan disini mencakup empat hal, pertama, kesehatan raga (fisik), kedua, kesehatan jiwa, ketiga; kesehatan akal, dan keempat: kesehatan ruhani.

Pertama, bagaimana menjaga kesehatan raga atau fisik, yaitu dengan memberikan hak bagi tubuh kita untuk mendapatkan perawatan dan kebugaran. maka merawat tubuh hakekatnya adalah perintah agama kita. Dengan itu, olah raga bisa menjadi ibadah jika kita lakukan dengan niat mensyukuri nikmat penciptaan tubuh yang sempurna dan agar dengan oleh raga itu kita lebih energik dan produktif bekerja. Maka tidak berlebihan jika nilai ibadah sesungguhnya tidak hanya ditemukan di masjid tetapi juga dilapangan, semuanya tergantung niat.

Adapun yang kedua bagaimana menjaga kesehatan Jiwa, yaitu dengan cara melatih diri kita untuk meninggalkan sifat-sifat yang tercela, seperti, hasud, dengki, iri, mengumpat, mencela orang lain, menganggap rendah orang,bersedekah namun sering menyebut-nyebut amal sedekahnya dan lain-lain. Semakin banyak sifat-sifat tersebut bersemi dalam diri sesorang, betapapun bugar dan sehat badannya, sesungguhnya ia tengah terjangkit penyakit jiwa yang sangat akut.

Adapun yang ketiga bagaimana menjaga kesehatan akal,caranya; yaitu dengan menjauhkan segala hal yang dapat melumpuhkan fungsi otak dan akal kita. Sebab dengan akal suatu perintah dan larangan agama dapat diketahui. Oleh karena besarnya fungsi akal tersebut,maka menjaga akal adalah perintah agama pula. Dari sini dapat kita ketahui, kenapa minuman keras dilarang, sebab selain memang karena ia diharamkan secara tegas, di samping itu, minuman keras atau khamer dapat menghilangkan fungsi akal. Jika menjaga kesehatan akal adalah sebuah perintah agama, maka membuat fungsi akal menjadi rusak dan tidak berfungsi adalah sebuah pelanggaran agama dan dosa besar.

Adapun yang keempat adalah kesehatan ruhani. Bagaimana cara menjaganya, yaitu kita diperintahkan untuk selalu mengisi batin dan ruhani kita dengan tanda-tanda keagungan Allah swt, dengan selalu istiqomah menjalankan setiap perintah-perintah-Nya dan mengekang hawa nafsu semampu kita. Mendirikan sholat adalah contoh bagaimana kita tengah memberikan kesehatan terhadap ruhani kita, sebab sholat adalah sebuah simbol ketaatan kita kepada sang Khaliq. Selain itu juga puasa adalah satu cara bagaimana kita dapat mengekang hawa nafsu kita. Maka saudara-saudara sekalian, kalau kita selalu berusaha untuk istiqomah menjalankan setiap ajaran agama kita dan mengarahkan hawa nafsu kita secara baik, maka sesungguhnya kita telah berusaha menjadikan ruhani sehat.

Demikianlah pengertian 4 kesehatan di atas, yaitu saya ualangi. 1. Kesehatan raga, 2. kesehatan jiwa, 3. kesehatan akal, dan ke-4. kesehatan ruhani.

VI. Mampu memanage waktu dengan baik.

Adapun cara meraih kebahagiaan yang keempat, yaitu,mampu memanage waktu dengan baik. Saudara-saudara sekalian, setiap orang diberi waktu yang sama, mulai dari hitungan tahun, bulan, minggu, hari bahkan detik. Akan tetapi produktifitas yang dihasilkan orang berbeda-beda. Disatu sisi ada orang yang dalam waktu 4 tahun telah meraih posisi jabatan yang sangat gemilang, namun ada juga orang lain yang dalam waktu yang sama masih belum mendapatkan apa-apa. Rahasianya adalah sejauhmana orang tersebut memanfaatkan waktu dan memberdayaakannya secara optimal. Di samping itu pula dalam agama kita, selain keterampilan memanage waktu, ada yang di sebut dengan waktu yang “berkah” . Contohnya adalah, orang yang sudah tutup usia di waktu muda, tetapi jumlah karyanya melebihi jumlah usianya dan masih terus dikenang oleh banyak orang, kemudian orang yang menempuh perjalanan jauh, namun ia merasa sampai ke tempat tujuan lebih cepat dari yang ia perkirakan, termasuk mahasiswa yang tengah menulis karya ilmiah seperti thesis, ia mampu merampungkan tepat waktu bahkan lebih cepat dari yang semestinya. Inilah yang disebut dengan waktu yang “berkah”.

V.Memperoleh materi atau harta yang sesuai dengan kebutuhannya

Kemudian cara meraih kebahagiaan yang terakhir (kelima) adalah, dengan cara memperoleh materi atau harta yang sesuai kebutuhannya. Suatu hal yang perlu diingat adalah, tolak ukur kebahagiaan yang hakiki bukan terketak pada banyak dan sedikitnya materi yang kita peroleh, melainkan seberapa besar materi yang kita dapatkan tadi dapat menambah ketentraman batin kita. Kanjeng Nabi pernah bersabda " Harta yang sedikit tetapi dapat menjadikan pemiliknya tentram dan bersyukur; lebih baik, ketimbang harta yang berlimpah akan tetapi hanya membuat pemiliknya gelisah dan terlena." Atas dasar ini pula lah, banyak para penguasa yang sholeh ketika ia diberikan dua tawaran antara diberikan ilmu atau harta. mereka lebih memilih mendapatkan ilmu daripada harta. Di antaranya adalah khalifah Ali RA, ia pernah berkata; "Aku lebih memilih ilmu daripada harta, karena ilmu akan menjagaku, tetapi kalau harta aku yang bakal menjaganya."

Namun hendaknya jangan kita fahami bahwa Islam tidak mementingkan harta. Atau seolah-olah harta tidak memiliki nilai sedikitpun dalam Islam. Sesungguhnya menjadi hartawan atau jutawan juga cita-cita Islam, akan tetapi bagaimana menjadi hartawan dan jutawan namun juga sekaligus menjadi dermawan serta memiliki visi kemanusiaan. kira-kira demikianlah prototipe muslim yang ideal. Sebagaimana hadits Nabi Muhammad SAW: "harta yang baik adalah yang berada di tangan orang baik.”

Demikian bagaimana kiat-kiat meraih kebahagiaan. Yaitu Ada 5 kiat ; 1. Tingkatkan kadar Iman dan amal sholeh.2. Tingkatkan kwalitas ahlak dan etika bergaul. 3. Perhatikan kesehatan, 4. Manage waktu dengan baik, dan 5. Peroleh materi sesuai dengan kebutuhan. Mudah-mudahan khutbah singkat ini ada manfaatnya. Amin.

Menyelesihi sunnah menuai ancaman


penulis Al Ustadz Qomar Suaidi Lc
Syariah Kajian Utama 05 - Juli - 2003 06:22:15

Allah mengancam dgn keras orang2 yg berani membantah ajaran Nabi-Nya. Tidak saja diancam dgn adzab akhirat namun banyak yg disegerakan hukuman di dunia.

Salah seorang murid Imam Ahmad bernama Abu Thalib mengatakan: “Saya mendengar Imam Ahmad dita tentang sebuah kaum yg meninggalkan hadits dan cenderung kepada pendapat Sufyan .” mk Imam Ahmad berkata: “Saya meresa heran terhadap sebuah kaum yg tahu hadits dan tahu sanad hadits serta keshahihan lalu meninggalkan lantas pergi kepada pendapat Sufyan dan yg lain padahal Allah berfirman “Maka hendaklah berhati-hati orang yg menyelisihi perintah Rasul-Nya utk tertimpa fitnah atau tertimpa adzab yg pedih.” . Tahukah kalian apa arti fitnah? Fitnah adl kufur. Allah berfirman . “Dan fitnah itu lbh besar daripada pembunuhan.”

Ayat yg dibacakan oleh Imam Ahmad tersebut benar-benar merupakan ancaman keras bagi orang2 yg menyelisihi Sunnah Nabi. Ibnu Katsir menafsirkan ayat ini katanya: “Hendaklah takut siapa saja yg menyelisihi syariat Rasul secara lahir maupun bathin utk tertimpa fitnah dlm hati baik berupa kekafiran kemunafikan atau bid’ah atau tertimpa adzab yg pedih di dunia dgn dihukum mati atau dihukum had atau dipenjara atau sejenisnya.”

Allah juga berfirman:
“Wahai orang2 yg beriman janganlah kalian keraskan suara kalian di atas suara Nabi dan jangan kalian bersuara keras terhadap Nabi sebagaimana keras suara sebagian kalian kepada sebagian yg lain supaya tdk gugur amal kalian sedangkan kalian tdk menyadarinya.”

Ibnul Qayyim menjelaskan ayat ini katanya: “Allah memperingatkan kaum mukminin dari gugur amal-amal mereka dgn sebab mereka mengeraskan suara kepada Rasul sebagaimana keras suara mereka kepada sebagian yg lain. Padahal amalan ini bukan merupakan kemurtadan bahkan sekedar maksiat akan tetapi ia dapat menggugurkan amalan dan pelaku tdk menyadari. Lalu bagaimana dgn yg mendahulukan ucapan petunjuk dan jalan seseorang di atas ucapan petunjuk dan jalan Nabi?! Bukankah yg demikian telah menggugurkan amalan sedang dia tdk merasa?” .

Dalam hadits yg lalu Nabi menyebutkan:
“Barangsiapa yg membenci Sunnahkudia bukan dari golonganku.” .

Maksud bukan dari golonganku arti dia termasuk orang kafir jika ia berpaling dari Sunnah Nabi tdk meyakini Sunnah itu sesuai dgn nyatanya. Tapi jika ia meninggalkan krn menggampangkan mk ia tdk di atas tuntunan Nabi.

Ancaman-ancaman tersebut cukup menakutkan tapi ada yg tdk kalah menakutkan yaitu bahwa orang yg menentang Sunnah Nabi terkadang Allah percepat hukuman semasa mereka di dunia sebagaimana diriwayatkan dlm beberapa riwayat di antaranya:

“Dari Abdulah bin Abbas dari Nabi bahwa beliau bersabda: ‘Jangan kalian datang kepada istri kalian di malam hari.’ Kemudian di suatu saat Nabi datang dari safar mk tiba-tiba dua orang pergi mendatangi istri mereka mk kedua mendapati istri mereka sudah bersama laki2 lain.

Didapati istri mereka bersama laki2 lain adl hukuman bagi mereka dimana mereka melanggar larangan Nabi utk mendatangi istri mereka di malam hari sepulang dari safar kecuali jika sebelum mereka sudah terlebih dahulu memberi tahu bahwa mereka akan datang di malam itu mk yg demikian diperbolehkan sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Hajar dlm Fathul Bari

Salamah bin Al Akwa’ berkata: “Bahwa seseorang makan dgn tangan kiri di hadapan Rasulullah mk Rasulullah menegurnya: ‘Makanlah dgn tangan kananmu.’ Ia menjawab: ‘Saya tdk bisa.’ mk Nabi katakan: ‘Semoga kamu tdk bisa. Tidaklah menghalangi dia kecuali sombong.’ Akhir ia tdk dapat mengangkat tangan ke mulutnya.” .

Abdurrahman bin Harmalah mengisahkan seseorang datang kepada Said bin Al Musayyib megucapkan salam perpisahan utk haji atau umrah lalu Said mengatakan kepadanya: “Jangan kamu pergi hingga kamu shalat dulu krn Rasulullah bersabda: ‘Tidaklah ada yg keluar dari masjid setelah adzan kecuali seorang munafik kecuali seorang yg terdorong keluar krn kebutuhan dan ingin kembali ke masjid.’ Kemudian orang itu menjawab: “Sesungguh teman-temanku berada di Harrah” lalu keluarlah dia dari masjid mk Said terus terbayang-bayang mengingat sampai beliau dikhabari bahwa orang tersebut jatuh dari kendaraan dan patah pahanya.

Abu Abdillah Muhammad bin Ismail At Taimi mengatakan diri membaca pada sebagian kisah-kisah bahwa sebagian ahlul bid’ah ketika mendengar sabda Nabi:
“Jika salah seorang dari kalian bangun dari tidur mk janganlah ia celupkan tangan ke bejana sebelum mencuci terlebih dahulu krn sesungguh ia tdk tahu di mana tangan barmalam.”

Maka ahlul bid’ah tersebut mengatakan dgn nada mengejek: “Saya tahu di mana tanganku bermalam tanganku bermalam di kasur.” Lalu pagi dia bangun dari tidur dlm keadaan tangan sudah masuk ke dlm dubur sampai ke lengannya.

At Taimy lalu berkata: “Maka berhati-hatilah seseorang utk menganggap remeh Sunnah dan sesuatu yg bersifat mengikut perintah agama. Lihatlah bagaimana akibat jelek menyampaikan kepadanya.”

Al Qadhi Abu Tayyib menceritakan kejadian yg ia alami katanya: “Kami berada di sebuah majlis kajian di masjid Al Manshur. Datanglah seorang pemuda dari daerah Khurasan ia berta tentang masalah musharat lalu dia minta dalil sehingga disebutkan dalil dari hadits Abu Hurairah yg menjelaskan masalah itu. Dia -orang itu bermadzhab Hanafi – mengatakan: ‘Abu Hurairah tdk bisa diterima haditsnya’ mk belum sampai ia tuntaskan ucapan tiba-tiba jatuh seekor ular besar dari atap masjid sehingga orang2 loncat karena dan pemuda itu lari darinya. Ular itupun terus mengikutinya. Ada orang mengatakan: ‘Taubatlah engkau! Taubatlah engkau!’ Kemudian dia mengatakan ‘Saya bertaubat.’ mk pergilah ular itu dan tdk terlihat lagi bekasnya.” Adz Dzahabi berkata bahwa sanad kisah ini adl para imam.

Itulah beberapa kejadian nyata -insya Allah- dan bukan cerita fiktif yg diada-adakan tetapi cerita-cerita yg diriwayatkan dgn sanad. Tentu yg demikian menjadi pelajaran buat kita krn bukan hal yg mustahil kejadian di atas terjadi di masa kita sebagaimana terjadi di masa dulu manakala ada seseorang yg menghina Sunnah Nabi. Ancaman ini telah ditetapkan di dlm Al Qur’an sebagaimana firman-Nya:
“Sesungguh orang yg mencelamu dialah yg terputus.”

Yakni terputus dari segala kebaikan
Ibnu Katsir menjelaskan: “yang mencelamu arti yg membencimu wahai Muhammad dan yg membenci apa yg engkau bawa dari petunjuk dan kebenaran serta bukti yg nyata. Dan yg terang dialah yg akan terputus yg hina dan tdk akan dikenang nama .

Ibnu Abbas mengatakan bahwa makna yg mencelamu adl musuh-musuhmu. Dan ini mencakup siapa saja yg memiliki sifat itu baik yg disebut atau yg lain.”

Jadi apa yg telah Allah ancamkan sangat mungkin terjadi pada individu atau kelompok pada masyarakat kita jika Allah tdk memberi rahmat-Nya. Bahkan bagi seseorang yg mengagungkan Sunnah-Sunnah Nabi lalu ia perhatikan perilaku manusia dlm mensikapi dgn sikap negatif dia akan mendapatkan kebenaran firman Allah  di atas di mana ia akan melihat tdk sedikit dari orang2 yg tertimpa musibah lantaran menghina Sunnah Nabi.

Sumber: www.asysyariah.com

Menjaga Kesucian Darah Harta dan Kehormatan Sesama Muslim


penulis Al-Ustadz Muhammad Umar As-Sewed
Syariah Nasehat 21 - Juni - 2007 19:12:12

Di antara perkara yg sering merusak ukhuwah Islamiyah ialah ada sikap dari sebagian kita yg tdk mau memaklumi bila saudara berbuat salah atau keliru. Padahal kesalahan yg dilakukan oleh seseorang itu bisa jadi krn lupa salah paham bodoh krn belum tahu ilmu atau krn terpaksa sehingga berbuat demikian.
Sikap pukul rata ini banyak terjadi di kalangan kaum muslimin bahkan juga di kalangan Ahlus Sunnah. Ketika ada orang yg berbuat salah bukan dinasihati atau diingatkan malah dihadapi dgn sikap permusuhan. Terkadang digelari sebutan-sebutan yg jelek atau malah ia dijauhkan dari kaum muslimin.
Sikap yg lbh ekstrim dlm masalah ini adl apa yg ditunjukkan kelompok Khawarij. Mereka lbh tdk bisa melihat saudara yg berbuat kesalahan. Orang yg terjatuh dlm perbuatan dosa dlm pandangan mereka telah terjatuh dlm kekafiran hingga halal darah dan hartanya.
Kondisi ini tentu akan bermuara pada pecah ukhuwah di kalangan umat Islam. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullahu berkata: “Tidak boleh mengkafirkan seorang muslim dgn sebab sebuah dosa atau kesalahan yg ia kerjakan selama ia masih menjadi ahlul qiblat . Seperti dlm masalah-masalah yg masih diperselisihkan kaum muslimin di mana mereka berpendapat dgn suatu pendapat yg kita anggap salah mk tdk bisa kita mengkafirkannya. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala memberi udzur kepada mereka. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
آمَنَ الرَّسُوْلُ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِ مِنْ رَبِّهِ وَالْمُؤْمِنُوْنَ كُلٌّ آمَنَ بِاللهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ لاَ نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْ رُسُلِهِ وَقَالُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيْرُ. لاَ يُكَلِّفُ اللهُ نَفْسًا إِلاَّ وُسْعَهَا لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلاَ تُحَمِّلْنَا مَا لاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلاَنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ
“Rasul telah beriman kepada Al-Qur`an yg diturunkan kepada dari Rabb mereka demikian pula orang2 yg beriman. Semua beriman kepada Allah malaikat-malaikat-Nya kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. : ‘Kami tdk membeda-bedakan antara seorangpun dari rasul rasul-Nya’ dan mereka mengatakan: ‘Kami dengar dan kami taat’. : ‘Ampunilah kami ya Rabb kami dan kepada Engkaulah tempat kembali’.” Allah tdk membebani seseorang melainkan sesuai dgn kesanggupannya. Ia mendapat pahala yg diusahakan dan ia mendapat siksa yg dikerjakannya. : ‘Ya Rabb kami janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Rabb kami janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yg berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang2 yg sebelum kami. Ya Rabb kami janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yg tdk sanggup kami pikul. Maafkanlah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami mk tolonglah kami terhadap kaum yg kafir’.”
Disebutkan dlm riwayat yg shahih bahwa Allah telah mengabulkan doa para nabi dan doa orang2 beriman ini. Sehingga diangkatlah pena dari orang2 yg berbuat kesalahan krn lupa atau krn ia tdk mengerti ilmunya. Juga bagi orang yg tdk sanggup memikul suatu beban.”
orang2 Khawarij tdk mau membedakan hal-hal tersebut. Menurut mereka barangsiapa berbuat dosa mk dia menentang Al-Qur`an. Barangsiapa menentang Al-Qur`an berarti menentang Allah Subhanahu wa Ta’ala dan barangsiapa menentang Allah Subhanahu wa Ta’ala berarti dia kafir. Mereka menyamakan semua perbuatan salah dan menganggap sebagai kekafiran.
Syaikhul Islam melanjutkan: “Khawarij yg telah salah dlm hukum ini oleh Rasulullah diperintahkan utk diperangi.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَئِنْ أَدْرَكْتُهُمْ قَتَلْتُهُمْ قَتْلَ عَادٍ
“Sungguh jika aku sempat menjumpai mereka aku akan perangi mereka aku akan tumpas layak kaum Aad.”
Allah Subhanahu wa Ta’ala juga memerintahkan utk memerangi mereka. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَإِنْ طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا فَإِنْ بَغَتْ إِحْدَاهُمَا عَلَى اْلأُخْرَى فَقَاتِلُوا الَّتِي تَبْغِي حَتَّى تَفِيءَ إِلَى أَمْرِ اللهِ
“Kalau ada dua kelompok kaum mukminin berperang mk damaikanlah keduanya. Kalau salah satu memberontak mk perangilah mereka sampai mereka kembali kepada Allah.”
Ketika Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu benar-benar menjumpai orang2 Khawarij mk beliau bersama para sahabat pun memerangi mereka. Begitupun seluruh imam baik dari generasi sahabat tabi’in atau setelah mereka sepakat bahwa Khawarij itu harus diperangi. Namun Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu tdk mengkafirkan mereka.
Begitu pula sahabat yg lain seperti Sa’d bin Abi Waqqash radhiyallahu ‘anhu dan lain mereka juga memerangi orang2 Khawarij. Namun mereka tetap menganggap Khawarij itu sebagai kaum muslimin. Sehingga cara memerangi pun berbeda dgn memerangi orang kafir. Bila orang kafir diperangi mk harta menjadi ghanimah wanita dan anak-anak mereka menjadi tawanan. Sedangkan memerangi Khawarij tdk demikian. Mereka hanya diperangi sampai mereka mau kembali ke jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan kembali taat kepada penguasanya.
Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu memerangi Khawarij setelah terbukti mereka menumpahkan darah dan merampas harta kaum muslimin dgn zhalim. Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu berkata: “Demi Allah aku akan perangi mereka sampai tdk tak tersisa 10 orang pun di antara mereka.”
Ketika para sahabat menyebut mereka sebagai kafir mk Ali radhiyallahu ‘anhu berkata:
لاَ، مِنَ الْكُفْرِ فَرُّوْا
“Tidak. Mereka justru lari dari kekufuran.”
Sikap orang2 Khawarij yg demikian yakni khawatir terjatuh pada kekafiran inilah yg menyebabkan mereka memiliki sikap ekstrim dlm melihat perbuatan dosa. Apa akibatnya? Terjadilah perpecahan dan pertumpahan darah di tengah-tengah kaum muslimin.
Kesesatan Khawarij yg telah jelas diterangkan oleh nash dan disepakati kaum muslimin –bahkan membuat mereka boleh diperangi– tdk menyebabkan mereka boleh utk dikafirkan. Apalagi beragam kelompok lain yg bermunculan pada masa ini di mana mereka dihinggapi berbagai kekeliruan dan kebodohan mk mereka tdk bisa utk dikatakan sebagai kafir. Kebanyakan dari mereka adl orang2 bodoh yg tdk tahu tentang apa yg diperselisihkan.”
Inilah perbedaan antara Khawarij dgn Ahlus Sunnah. Khawarij menganggap kafir kaum muslimin dan khusus Ahlus Sunnah krn dianggap sebagai kelompok yg pro thaghut . Namun demikian kita tetap tdk mengkafirkan mereka. Inilah bijak Ahlus Sunnah. Mereka berjalan dgn ilmu bukan dgn emosi. Mereka mengetahui bahwa hukum asal darah kaum muslimin adl terjaga. Begitu pula dgn kehormatan dan harta kaum muslimin semua terjaga.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan dlm hadits shahih yg diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dan Muslim saat Haji Wada beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata:
فَإِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ وَأَعْرَاضَكُمْ عَلَيْكُمْ حَرَامٌ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا، فِي شَهْرِكُمْ هَذَا، فِي بَلَدِكُمْ هَذَا إلَى يَوْمِ تَلْقَوْنَ رَبَّكُمْ
“Sungguh darah harta dan kehormatan kalian adl suci seperti suci hari ini seperti suci bulan ini dan seperti suci negeri ini hingga hari kalian bertemu Rabb kalian.”
Karena itu kita jangan sampai terjerumus ke dlm kesalahan yg sama dgn Khawarij. Yaitu tdk membedakan antara orang yg salah krn lupa tdk tahu atau terpaksa dgn para penentang Sunnah. Hingga akhir kita menyamaratakan dan menyikapi mereka dgn sikap yg sama yaitu memusuhi dan menjatuhkan kehormatannya.
Kita harus menjaga agar darah kaum muslimin tdk tertumpah dgn cara yg zhalim begitu pula dgn harta dan kehormatan mereka. Karena darah harta dan kehormatan kaum muslimin adl suci sebagaimana suci Hari Arafah suci Kota Mekkah dan bulan Dzulhijjah. Kita harus menjaga kemuliaan darah harta dan kehormatan kaum muslimin sebagaimana kita menjaga kemuliaan hari Arafah Kota Makkah dan bulan Dzulhijjah.
Dalam permasalahan ini memang ada pengecualian. Seperti dibolehkan utk menumpahkan darah kaum muslimin krn qishash hukum rajam bagi pelaku zina yg sudah menikah atau krn seseorang keluar dari agama Islam yg tentu semua ini dilakukan oleh penguasa. Ini adl perkara pengecualian yg dibolehkan utk menumpahkan darah seorang muslim. dlm permasalahan harta dibolehkan saat mengambil dlm rangka menjalankan perintah zakat. Sedangkan dlm masalah kehormatan dibolehkan utk menerangkan keadaan seorang mubtadi’ -yang memiliki pemikiran berbahaya dlm masalah agama- di muka umum sehingga umat Islam selamat dari pemikirannya.
Yang tdk kalah penting utk diperhatikan adl masalah harta. Seluruh kaum muslimin harus saling menjaga harta saudaranya. Jangan sampai kita merampas harta orang lain secara zhalim jangan menipu atau berhutang dgn niat utk tdk membayar. Semua perbuatan ini juga terlarang sebagaimana terlarang menumpahkan darah kaum muslimin.
Sungguh merupakan kejadian yg benar-benar memalukan jika ada seorang yg mengaku Ahlus Sunnah memakan harta saudara dgn cara yg zhalim dlm masalah perdagangan atau hutang piutang hingga terjadi permusuhan di antara mereka. Terjadi saling boikot saling tahdzir saling mencela dan sebagai hanya krn semata-mata masalah uang. Masalah ini bisa menjadi besar dan berbahaya yg semua berawal hanya krn tdk dijaga harta sesama muslim.
Untuk urusan menumpahkan darah sesama muslim barangkali Khawarij yg paling ahli. Namun utk urusan memakan harta sesama muslim dgn cara yg zhalim melanggar kehormatan saudara yg mesti jangan sampai dilanggar ternyata terjadi juga di kalangan orang2 yg mengaku Ahlus Sunnah.
Karena itu saya wasiatkan kepada kita semua dan kaum muslimin takutlah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kita bicara tentang Khawarij bahwa mereka itu kelompok sesat yg telah melanggar hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang larangan menumpahkan darah sesama muslim dgn cara yg zhalim sementara di saat yg sama kita pun melanggar hadits tersebut pada sisi yg lain.
Perbuatan mengambil harta sesama muslim dgn cara yg batil atau melanggar kehormatan merupakan dua keharaman yg memiliki kedudukan sama sebagaimana larangan menumpahkan darah seorang muslim dgn cara yg batil. Karena tiga masalah ini disebutkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dlm satu hadits di atas sebagai perkara yg harus dijaga dan tdk boleh dilanggar.
Mari kita mulai dari yg kecil. Kita jaga kehormatan kaum muslimin kita hormati sesama Ahlus Sunnah dgn tdk saling mengghibah dan mencari aib saudaranya. Bila kita dapati saudara kita berbuat keliru atau melakukan sebuah kemaksiatan mk yg pantas dilakukan adl memberi nasihat kepada dgn cara yg baik. Inilah semesti sikap seorang Ahlus Sunnah kepada saudaranya. Bukan dgn mendiamkan dan kemudian menceritakan perbuatan saudara itu kepada orang banyak.
Di dunia ini tdk ada manusia yg terbebas dari kesalahan. Manusia adl tempat salah dan lupa. Bila tiap orang dicari-cari kesalahan niscaya tdk ada seorang pun yg selamat. Yang terjadi kemudian adl saling membongkar aib yg pada akhir jatuhlah kehormatan kaum muslimin secara bersama. Akan jeleklah keadaan kaum muslimin di mata orang lain.
Lebih-lebih bagi yg menyandang nama Ahlus Sunnah bisa menyebabkan dakwah ini jatuh. Karena itu jangan sampai kita menganggap remeh perkara ini. Ghibah kepada sesama muslim akan menyebabkan kehormatan kaum muslimin jatuh. Begitu pula ghibah kepada para dai dan lebih-lebih kepada para ulama juga akan menyebabkan kehormatan mereka jatuh. Ini semua bisa menyebabkan rusak dakwah dan hilang ukhuwah Islamiyah.
Wallahu a’lam.

Sumber: www.asysyariah.com

Tauhid Rububiyyah, Bukan Sekedar Pengakuan


penulis Al-Ustadz Abdul Mu’thi
Syariah Kajian Utama 22 - Mei - 2007 02:08:02

Bahwa Allah adl Pencipta Penguasa alam semesta dan Pengatur Rizki atas segenap makhluk-Nya hampir tdk ada yg menyangkal termasuk musyrikin Quraisy dahulu. Namun mengapa mereka tetap diperangi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam? Cukupkah berhenti pada pengakuan semata?

Tak bisa disangkal bahwa alam semesta ini pasti ada yg menciptakan memiliki dan mengaturnya. Ini merupakan perkara aksioma yg ditegaskan oleh fitrah logika panca indera dan syariat. Orang yg mengingkari termasuk manusia yg paling sesat. tdk mungkin alam yg sedemikian mengagumkan ini tercipta secara tiba-tiba atau menciptakan diri sendiri. Tentu semua krn rancangan kehendak Sang Pencipta yaitu Allah Yang Maha Kuasa atas segalanya. Langit bumi lautan daratan matahari bulan bintang dan segenap makhluk besar lain menunjukkan Kemahabesaran Dzat yg telah menciptakan memiliki dan mengaturnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

إِنَّ رَبَّكُمُ اللهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ يُغْشِي اللَّيْلَ النَّهَارَ يَطْلُبُهُ حَثِيْثًا وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ وَالنُّجُوْمَ مُسَخَّرَاتٍ بِأَمْرِهِ أَلاَ لَهُ الْخَلْقُ وَاْلأَمْرُ تَبَارَكَ اللهُ رَبُّ الْعَالَمِيْنَ

“Sesungguh Rabb kalian adl Allah yg telah menciptakan langit dan bumi dlm enam hari lalu Dia Maha Tinggi di atas ‘Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yg mengikuti dgn cepat serta matahari bulan dan bintang-bintang tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah Rabb semesta alam.”
Termasuk perkara yg sangat prinsip dlm mengesakan Allah Subhanahu wa Ta’ala adl mengakui keberadaan-Nya sebagai pencipta pemilik dan pengatur Alam semesta. Inilah yg disebut dgn Tauhid Rububiyyah. Penegasan tauhid ini telah dimaklumatkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala di dlm Al-Qur`an pada enam tempat dgn pernyataan yg sama yaitu:

الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ

“Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam.”
Adapun keenam tempat itu sebagai berikut:
1. Surat Al-Fatihah: 2
2. Surat Al-An’am: 45
3. Surat Yunus: 10
4. Surat Ash-Shaffat: 182
5. Surat Az-Zumar: 75
6. Surat Ghafir: 65
Mentauhidkan Allah Subhanahu wa Ta’ala dlm perkara Rububiyyah berarti mengimani keberadaan Allah Subhanahu wa Ta’ala serta mengesakan-Nya dlm hal penciptaan kepemilikan dan pengaturan. Keempat perkara ini merupakan kandungan dari Tauhid Rububiyyah.

Meyakini Keberadaan Allah Subhanahu wa Ta’ala
Mengenai keberadaan Allah Subhanahu wa Ta’ala bisa dipastikan dgn empat argumen yg tdk terbantahkan yakni fitrah logika panca indera dan syariat. Di sini kita mengakhirkan argumen secara syariat bukan krn tdk layak utk dikedepankan bahkan demikianlah yg seharusnya. Tetapi hal ini dimaksudkan utk membantah orang2 yg tdk beriman dgn syariat sama sekali. Allahul Musta’an.
1. Argumen Secara Fitrah
Bahwa tiap makhluk telah diberi fitrah utk beriman dgn keberadaan pencipta tanpa harus berpikir dan diajari terlebih dahulu. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengisyaratkan tentang hal ini di dlm Al-Qur`an melalui firman-Nya:

وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنْ بَنِي آدَمَ مِنْ ظُهُوْرِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَى أَنْفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ قَالُوا بَلَى شَهِدْنَا أَنْ تَقُوْلُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَذَا غَافِلِيْنَ

“Dan ketika Rabbmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka : ‘Bukankah Aku ini Rabb kalian?’ Mereka menjawab: ‘Betul kami menjadi saksi.’ agar di hari kiamat kalian tdk mengatakan: ‘Sesungguh kami adl orang2 yg lengah terhadap ini ’.”
Ayat di atas dgn gamblang menerangkan bahwa tiap manusia secara fitrah mengimani keberadaan dan Rububiyyah Allah Subhanahu wa Ta’ala. tdk ada yg berpaling dari tuntutan fitrah ini melainkan krn penyimpangan yg muncul di dlm jiwanya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَا مِنْ مَوْلُوْدٍ إِلاَّ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ

“Tidaklah seorang anak dilahirkan melainkan di atas fitrah kedua orangtuanyalah yg mengubah menjadi seorang Yahudi Nashrani atau Majusi.”

2. Argumen Secara Logika
Bahwa seluruh makhluk yg berada di jagad raya ini pasti ada yg menciptakan. Tidak mungkin mereka menciptakan diri mereka sendiri. Karena sesuatu yg awal tdk ada tdk mungkin menciptakan diri sendiri. Demikian pula mereka tdk mungkin tercipta secara tiba-tiba krn sesuatu yg baru tercipta pasti ada penciptanya. Bagaimana mungkin alam yg sedemikian teratur rapi dgn segala rangkaian yg sangat sesuai dan keterkaitan yg sangat erat antara sebab dgn akibat dan antara sebagian wujud dgn yg lain akan dinyatakan tercipta secara tiba-tiba?
Sesuatu yg muncul secara tiba-tiba yg pada asal tercipta tanpa suatu keteraturan tdk mungkin dlm eksistensi dan perkembangan akan terjadi keteraturan yg sedemikian rapi. Oleh sebab itu Allah Yang Maha Agung mengungkap argumen yg logis ini di dlm Al-Qur`an utk menggugah hati kaum musyrikin yg masih tertutup dari keimanan. Allah Subhanahu wa Ta’alaberfirman:

أَمْ خُلِقُوا مِنْ غَيْرِ شَيْءٍ أَمْ هُمُ الْخَالِقُوْنَ. أَمْ خَلَقُوا السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضَ بَل لاَ يُوْقِنُوْنَ. أَمْ عِنْدَهُمْ خَزَائِنُ رَبِّكَ أَمْ هُمُ الْمُصَيْطِرُوْنَ

“Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatu pun ataukah mereka yg menciptakan ? Ataukah mereka yg telah menciptakan langit dan bumi itu? Sebenar mereka tdk meyakini . Ataukah di sisi mereka ada perbendaharaan Rabbmu atau mereka pula yg berkuasa?”
Jubair bin Muth’im radhiyallahu ‘anhu ketika masih dlm keadaan musyrik pernah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca ayat-ayat ini. Beliau radhiyallahu ‘anhu berkata:

كَادَ قَلْبِي أَنْ يَطِيْرَ، وَذَلِكَ أَوَّلُ مَا وَقَرَ اْلإِيْمَانُ فِي قَلْبِي

“Hampir saja hatiku terbang itulah saat pertama keimanan menancap di dlm hatiku.”
Diriwayatkan bahwa sekumpulan orang2 India yg menganut aliran As-Sumaniyyah mendatangi Abu Hanifah utk mendebat dlm perkara eksistensi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Beliau dikenal sebagai seorang yg sangat cerdas. Beliau menyuruh mereka agar datang kembali setelah satu atau dua hari berikutnya. Kemudian mereka berkata “Bagaimana pendapatmu tentang hal itu?” Beliau menjawab “Aku sedang berpikir mengenai sebuah kapal yg penuh dgn muatan berupa berbagai barang dan mata pencaharian. Kapal itu berlayar mengarungi lautan dan akhir berlabuh di sebuah pelabuhan lalu menurunkan barang-barang kemudian pergi. Padahal tdk ada nahkoda dan para buruh yg bekerja utk mengangkat muatannya.” Mereka berkata “Apakah engkau berpikir demikian?” Beliau menjawab “Iya.” Mereka pun berkata “Kalau begitu berarti engkau tdk punya akal. Apakah masuk akal bahwa sebuah kapal bisa berlayar berlabuh dan pergi kembali tanpa ada nahkodanya? Ini sama sekali tdk masuk akal.” Beliau menjawab “Bagaimana akal kalian tdk bisa menerima hal ini namun bisa menerima bahwa langit matahari bulan bintang-bintang gunung-gunung pepohonan binatang-binatang melata dan manusia secara keseluruhan tdk ada Dzat yg telah menciptakannya?!”
Kisah lain suatu ketika seorang Arab dusun pernah dita “Bagaimana engkau mengenal Rabbmu?” Dia menjawab “Jejak menunjukkan kepada bekas perjalanan. Tahi onta menunjukkan kepada keberadaan onta. mk langit yg memiliki gugusan-gugusan bintang bumi yg memiliki lorong-lorong dan lautan yg memiliki ombak-ombak bukankah semua itu menunjukkan kepada Dzat Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat ?”

3. Argumen Secara Panca Indera
Bahwasa mengetahui keberadaan Allah l melalui panca indera bisa ditangkap dari dua sisi:
 Pengabulan doa dan pertolongan kepada orang2 yg tertimpa kesusahan.
Kita mendengar dan menyaksikan bagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala mengabulkan doa orang2 yg meminta kepada-Nya dan menolong orang2 yg menghadapi kesusahan. Semua menunjukkan secara pasti tentang keberadaan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَنُوْحًا إِذْ نَادَى مِنْ قَبْلُ فَاسْتَجَبْنَا لَهُ فَنَجَّيْنَاهُ وَأَهْلَهُ مِنَ الْكَرْبِ الْعَظِيْمِ

“Dan Nuh sebelum itu ketika dia berdoa dan kami mengabulkan doa lalu kami selamatkan dia beserta keluarga dari bencana yg besar.”

إِذْ تَسْتَغِيْثُوْنَ رَبَّكُمْ فَاسْتَجَابَ لَكُمْ أَنِّي مُمِدُّكُمْ بِأَلْفٍ مِنَ الْمَلاَئِكَةِ مُرْدِفِيْنَ

“ ketika kalian memohon pertolongan kepada Rabbmu lalu Dia mengabulkan bagi kalian: ‘Sesungguh Aku akan mendatangkan bala bantuan kepada kamu dgn seribu malaikat yg datang berturut-turut’.”
Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan: “Seorang Arab dusun datang menemui Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada hari Jum’at ketika beliau tengah berkhutbah. Dia berkata ‘Wahai Rasulullah segenap harta telah binasa dan para keluarga telah lapar mk berdoalah engkau kepada Allah utk kami.’ Beliau pun mengangkat kedua tangan seraya berdoa. mk menggumpallah awan-awan laksana gunung-gunung. Tidaklah beliau turun dari mimbar sampai aku melihat hujan menetes di atas jenggotnya. Kemudian pada Jum’at yg kedua orang Arab dusun itu –atau mungkin juga yg selainnya– kembali berdiri. Dia berkata ‘Wahai Rasulullah bangunan-bangunan telah hancur dan segenap harta telah tenggelam mk berdoalah engkau kepada Allah utk kami.’ Beliau pun kembali mengangkat kedua tangan sembari berdoa ‘Ya Allah di sekitar kami dan bukan pada kami.’ Tidaklah beliau menunjuk kepada satu arah melainkan telah terbuka.”
Pengabulan doa bagi orang2 yg meminta kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala senantiasa menjadi sebuah perkara yg disaksikan sampai masa kita ini selama mereka menyandarkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dgn sebenar-benar dan memenuhi syarat-syarat pengabulan doa.

 Mukjizat-mukjizat para Nabi
Manusia mendengar dan menyaksikan bagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala membela dan menolong para Nabi dan Rasul-Nya dgn pelbagai mukzijat di luar batas kemampuan manusia biasa. Semua itu adl bukti konkret yg mengungkap keberadaan Dzat yg telah mengutus mereka dgn kebenaran. Di sana terdapat beberapa contoh nyata dan dikisahkan di dlm Al-Qur`an di antaranya:
Yang pertama: Mukjizat Nabi Musa ‘alaihissalam ketika beliau diperintahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’alauntuk memukulkan tongkat ke laut. mk lautan terbelah menjadi duabelas jalan yg kering. Sementara air berada di antara jalan-jalan itu seperti gunung yg besar. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

فَأَوْحَيْنَا إِلَى مُوْسَى أَنِ اضْرِبْ بِعَصَاكَ الْبَحْرَ فَانْفَلَقَ فَكَانَ كُلُّ فِرْقٍ كَالطَّوْدِ الْعَظِيْمِ

“Lalu kami wahyukan kepada Musa: ‘Pukullah lautan itu dgn tongkatmu.’ mk terbelahlah lautan itu dan tiap-tiap belahan adl seperti gunung yg besar.”
Yang kedua: Mukjizat Nabi ‘Isa ‘alaihissalam ketika beliau melakukan beberapa perkara yg benar-benar di luar batas kemampuan manusia biasa. Di antara beliau bisa menghidupkan kembali orang yg sudah meninggal dan mengeluarkan dari kubur mereka dgn seizin Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَرَسُوْلاً إِلَى بَنِي إِسْرَائِيْلَ أَنِّي قَدْ جِئْتُكُمْ بِآيَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ أَنِّي أَخْلُقُ لَكُمْ مِنَ الطِّيْنِ كَهَيْئَةِ الطَّيْرِ فَأَنْفُخُ فِيْهِ فَيَكُوْنُ طَيْرًا بِإِذْنِ اللهِ وَأُبْرِئُ اْلأَكْمَهَ وَاْلأَبْرَصَ وَأُحْيِي الْمَوْتَى بِإِذْنِ اللهِ وَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا تَأْكُلُوْنَ وَمَا تَدَّخِرُوْنَ فِي بُيُوْتِكُمْ إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَةً لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِيْنَ

“Dan Rasul kepada Bani Israil : ‘Sesungguh aku telah datang kepada kalian dgn membawa suatu tanda dari Rabb kalian yaitu aku membuat utk kalian dari tanah berbentuk burung; Kemudian aku meniup mk ia menjadi seekor burung dgn seizin Allah. Dan aku menyembuhkan orang yg buta sejak dari lahir dan orang yg berpenyakit sopak. Dan aku menghidupkan orang mati dgn seizin Allah. Dan aku kabarkan kepada kalian apa yg kalian makan dan apa yg kalian simpan di rumah kalian. Sesungguh pada yg demikian itu terdapat sesuatu tanda bagi kalian jika kalian sungguh-sungguh beriman’.”

إِذْ قَالَ اللهُ يَا عِيْسَى ابْنَ مَرْيَمَ اذْكُرْ نِعْمَتِي عَلَيْكَ وَعَلى وَالِدَتِكَ إِذْ أَيَّدْتُكَ بِرُوْحِ الْقُدُسِ تُكَلِّمُ النَّاسَ فِي الْمَهْدِ وَكَهْلاً وَإِذْ عَلَّمْتُكَ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَالتَّوْرَاةَ وَاْلإِنْجِيْلَ وَإِذْ تَخْلُقُ مِنَ الطِّيْنِ كَهَيْئَةِ الطَّيْرِ بِإِذْنِي فَتَنْفُخُ فِيْهَا فَتَكُوْنُ طَيْرًا بِإِذْنِي وَتُبْرِئُ اْلأَكْمَهَ وَاْلأَبْرَصَ بِإِذْنِي وَإِذْ تُخْرِجُ الْمَوْتَى بِإِذْنِي وَإِذْ كَفَفْتُ بَنِي إِسْرَائِيْلَ عَنْكَ إِذْ جِئْتَهُمْ بِالْبَيِّنَاتِ فَقَالَ الَّذِيْنَ كَفَرُوا مِنْهُمْ إِنْ هَذَا إِلاَّ سِحْرٌ مُبِيْنٌ

“ ketika Allah mengatakan: Hai Isa putra Maryam ingatlah ni’mat-Ku kepadamu dan kepada ibumu di waktu Aku menguatkan kamu dgn Ruhul Qudus. Kamu dapat berbicara dgn manusia di waktu masih dlm buaian dan sesudah dewasa; dan di waktu Aku mengajar kamu menulis hikmah Taurat dan Injil dan di waktu kamu menjadikan dari tanah yg berupa burung dgn ijin-Ku Kemudian kamu meniup lalu bentuk itu menjadi burung dgn seizin-Ku. dan di waktu kamu menyembuhkan orang yg buta sejak dlm kandungan ibu dan orang yg berpenyakit sopak dgn seizin-Ku. Dan di waktu kamu mengeluarkan orang mati dari kubur dgn seizin-Ku dan di waktu Aku menghalangi Bani Israil di kala kamu mengemukakan kepada mereka keterangan-keterangan yg nyata lalu orang2 kafir di antara mereka berkata: “Ini tdk lain melainkan sihir yg nyata.”
Yang ketiga: Mukjizat Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau diminta oleh orang2 Quraisy utk mendatangkan sebuah tanda kebenaran kenabian dan kerasulannya. mk beliau memberi isyarat ke arah bulan yg kemudian terbelah menjadi dua dan manusia pun menyaksikannya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

اقْتَرَبَتِ السَّاعَةُ وَانْشَقَّ الْقَمَرُ. وَإِنْ يَرَوْا آيَةً يُعْرِضُوا وَيَقُوْلُوا سِحْرٌ مُسْتَمِرٌّ

“Telah dekat datang hari kiamat dan telah terbelah bulan. Dan jika mereka melihat suatu tanda mereka berpaling dan berkata: ‘ sihir yg terus menerus’.”
Demikianlah tanda-tanda kebesaran Allah Subhanahu wa Ta’ala yg bisa ditangkap oleh panca indera sebagaimana tersebut di atas yg merupakan mukjizat-mukjizat yg dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala membela dan menolong para Nabi dan Rasul-Nya. Sekali lagi perlu ditegaskan bahwa semua itu menunjukkan keberadaan Dzat Yang Maha Pencipta atas seantero alam ini.

4. Argumen Secara Syariat
Bahwasa seluruh kitab samawi telah berbicara tentang keberadaan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Segala hukum yg termuat di dlm mengandung kemaslahatan-kemaslahatan bagi para makhluk. Yang demikian ini menunjukkan bahwa kitab-kitab itu datang dari sisi Dzat Yang Maha Bijaksana lagi Mengetahui kebaikan-kebaikan bagi para hamba. Seluruh peristiwa yg diberitakan-Nya dan dipersaksikan kebenaran oleh realita kehidupan manusia juga menunjukkan bahwa kitab-kitab itu datang dari Rabb Yang Maha Kuasa utk mewujudkan apa saja yg telah dikabarkan-Nya.

Mengesakan Allah Subhanahu wa Ta’ala dlm hal Penciptaan
Maksud seorang hamba harus meyakini bahwa tdk ada yg Maha Mencipta seluruh makhluk kecuali Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

إِنَّ رَبَّكُمُ اللهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ يُغْشِي اللَّيْلَ النَّهَارَ يَطْلُبُهُ حَثِيْثًا وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ وَالنُّجُوْمَ مُسَخَّرَاتٍ بِأَمْرِهِ أَلاَ لَهُ الْخَلْقُ وَاْلأَمْرُ تَبَارَكَ اللهُ رَبُّ الْعَالَمِيْنَ

“Sesungguh Rabb kalian ialah Allah yg telah menciptakan langit dan bumi dlm enam hari lalu dia Maha Tinggi di atas ‘Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yg mengikuti dgn cepat serta matahari bulan dan bintang-bintang tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah Rabb semesta alam.”

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اذْكُرُوا نِعْمَةَ اللهِ عَلَيْكُمْ هَلْ مِنْ خَالِقٍ غَيْرُ اللهِ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَاْلأَرْضِ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ فَأَنَّى تُؤْفَكُوْنَ

“Hai manusia ingatlah akan ni’mat Allah kepada kalian. Adakah Pencipta selain Allah yg dapat memberikan rizki kepada kalian dari langit dan bumi? Tidak ada sesembahan yg benar selain Dia mk mengapa kalian berpaling ?”
Perbuatan mencipta juga bisa dilakukan oleh manusia. Berbagai hasil ciptaan manusia telah dipersaksikan oleh alam ini. Di sana terdapat pencipta-pencipta selain Allah Subhanahu wa Ta’ala. Oleh krn itu Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

فَتَبَارَكَ اللهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِيْنَ

“Maka Maha Agung Allah sebaik-baik pencipta.”
Di dlm sebuah hadits telah diterangkan ancaman bagi para penggambar di hari kiamat nanti yaitu dinyatakan kepada mereka:

أَحْيُوْا مَا خَلَقْتُمْ

“Hidupkanlah apa yg telah kalian ciptakan.”
Ayat dan hadits di atas menunjukkan bahwa perbuatan mencipta terkadang dinisbatkan pula kepada manusia. Namun yg perlu diingat adl perbedaan hakikat mencipta antara yg dinisbatkan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dgn yg dinisbatkan kepada manusia. Perbuatan mencipta bagi manusia arti mengubah wujud sesuatu yg sudah ada kepada wujud yg lain bukan mewujudkan sesuatu yg tdk ada menjadi ada. Yang demikian itupun masih terbatas sekali dgn kemampuan manusia yg sangat sempit dan kecil. Hal ini tentu amat berbeda dgn perbuatan Allah yg bisa mencipta apa saja sekehendak-Nya dgn kemahakuasaan yg tanpa batas. Kesimpulan kita tetap meyakini tdk ada yg Maha Mencipta kecuali Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Mengesakan Allah Subhanahu wa Ta’ala dlm hal Kepemilikan
Maksud seorang hamba harus meyakini bahwa tdk ada yg Maha Memiliki seluruh makhluk kecuali Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَلِلَّهِ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ وَاللهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ

“Dan milik Allah-lah kerajaan langit dan bumi dan Allah Maha berkuasa atas segala sesuatu.”

قُلْ مَنْ بِيَدِهِ مَلَكُوْتُ كُلِّ شَيْءٍ وَهُوَ يُجِيْرُ وَلاَ يُجَارُ عَلَيْهِ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ

“Katakanlah: ‘Siapakah yg di tangan-Nya berada kepemilikan segala sesuatu sedangkan Dia melindungi dan bukan dilindungi atas-Nya jika kalian mengetahui?’.”
Memiliki bukanlah perkara yg langka di tengah manusia. Selain Allah Subhanahu wa Ta’ala manusia juga bisa memiliki sesuatu. Bahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menetapkan kepemilikan manusia di dlm Al-Qur`an. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

إِلاَّ عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِيْنَ

“Kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak-budak yg mereka miliki mk sesungguh mereka dlm hal ini tiada terceIa.”

أَوْ مَا مَلَكْتُمْ مَفَاتِحَهُ

“Atau apa yg kalian miliki kunci-kuncinya.”
Kepemilikan manusia tdk sama dgn kepemilikan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kepemilikan manusia terbatas dgn apa yg dimiliki saja. Meski demikian sesuatu yg dimiliki tdk boleh dia pergunakan dgn sebebas-bebasnya. Dia harus mengindahkan rambu-rambu syariat Allah Subhanahu wa Ta’ala dlm mempergunakan agar diri tdk dinyatakan melampaui batas. Oleh krn itu kepemilikan manusia sangat terbatas dan dibatasi sedangkan kepemilikan Allah Subhanahu wa Ta’ala adl mutlak. Maksud kepemilikan Allah Subhanahu wa Ta’ala tdk terbatas dgn apapun dan tdk dibatasi oleh apapun. Seluruh alam ini adl milik-Nya dan Dia bebas berbuat apa saja sekehendak-Nya. Kesimpulan bahwa tdk ada yg Maha Memiliki seluruh makhluk kecuali Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Mengesakan Allah Subhanahu wa Ta’ala dlm hal Pengaturan
Maksud seorang hamba meyakini bahwa tdk ada yg Maha Mengatur seluruh makhluk kecuali Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَمَنْ يُدَبِّرُ اْلأَمْرَ فَسَيَقُوْلُوْنَ اللهُ فَقُلْ أَفَلاَ تَتَّقُوْنَ

“Dan siapakah yg mengatur segala urusan?” mk mereka akan menjawab: “Allah.” mk katakanlah: “Mengapa kalian tdk bertakwa kepada-Nya?”
Sedangkan manusia bila mengatur mk hanya terbatas pada apa yg dimiliki dan diizinkan dlm syariat. mk tdk ada yg Maha Mengatur di alam ini melainkan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Wallahu a’lam bish-shawab.

Rububiyyah Allah Subhanahu wa Ta’ala Diakui Fitrah Kaum Musyrikin
Tauhid Rububiyyah merupakan fitrah yg telah Allah Subhanahu wa Ta’ala letakkan pada diri manusia semenjak mereka belum dilahirkan ke dunia ini. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنْ بَنِي آدَمَ مِنْ ظُهُوْرِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَى أَنْفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ قَالُوا بَلَى شَهِدْنَا أَنْ تَقُوْلُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَذَا غَافِلِيْنَ

“Dan ketika Rabbmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka : ‘Bukankah Aku ini Rabbmu?’ Mereka menjawab: ‘Betul kami menjadi saksi.’ agar di hari kiamat kalian tdk mengatakan: ‘Sesungguh kami adl orang2 yg lengah terhadap ini ’.”

فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّيْنِ حَنِيْفًا فِطْرَةَ اللهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لاَ تَبْدِيْلَ لِخَلْقِ اللهِ ذَلِكَ الدِّيْنُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لاَ يَعْلَمُوْنَ

“Maka hadapkanlah wajahmu dgn lurus kepada agama Allah fitrah Allah yg telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada penciptaan Allah. agama yg lurus tetapi kebanyakan manusia tdk mengetahui.”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَا مِنْ مَوْلُوْدٍ إِلاَّ يُوْلَدُ عَلىَ الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ

“Tidaklah seorang anak dilahirkan melainkan di atas fitrah mk kedua orang tua yg mengubah menjadi seorang Yahudi Nasrani atau Majusi.”
Tauhid Rububiyyah merupakan fitrah yg diakui oleh siapapun dlm kehidupan ini kecuali hanya segelintir orang yg nyeleneh dan menyimpang dari keumuman manusia. Bahkan kaum musyrikin yg telah dikafirkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan diperangi oleh Rasul-Nya juga mengakui Tauhid Rububiyyah. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضَ لَيَقُوْلُنَّ خَلَقَهُنَّ الْعَزِيْزُ الْعَلِيْمُ

“Dan sungguh jika kamu tanyakan kepada mereka: ‘Siapakah yg menciptakan langit dan bumi?’ Niscaya mereka akan menjawab: ‘Semua diciptakan oleh Dzat Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui’.”

قُلْ مَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَاْلأَرْضِ أَمَّنْ يَمْلِكُ السَّمْعَ وَاْلأَبْصَارَ وَمَنْ يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَيُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَمَنْ يُدَبِّرُ اْلأَمْرَ فَسَيَقُوْلُوْنَ اللهُ فَقُلْ أَفَلاَ تَتَّقُوْنَ

“Katakanlah: ‘Siapakah yg memberi rizki kepada kalian dari langit dan bumi atau siapakah yg kuasa pendengaran dan penglihatan dan siapakah yg mengeluarkan yg hidup dari yg mati dan mengeluarkan yg mati dari yg hidup dan siapakah yg mengatur segala urusan?’ mk mereka akan menjawab: ‘Allah.’ mk katakanlah: ‘Mengapa kamu tdk bertakwa kepada-Nya?’.”

Penyimpangan dari Tauhid Rububiyyah
Telah dijelaskan sebelum bahwa keumuman manusia mengakui Tauhid Rububiyyah kecuali hanya segelintir orang nyeleneh dan menyimpang. Penyimpangan dari Tauhid Rububiyyah terbagi kepada tiga jenis keyakinan:
 Mengingkari dan kafir terhadap secara mutlak. Keyakinan ini dianut oleh kaum Duhriyyah sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

وَقَالُوا مَا هِيَ إِلاَّ حَيَاتُنَا الدُّنْيَا نَمُوْتُ وَنَحْيَا وَمَا يُهْلِكُنَا إِلاَّ الدَّهْرُ

“Dan mereka mengatakan: ‘Kehidupan ini tdk lain hanyalah kehidupan di dunia saja kita mati dan kita hidup dan tdk ada yg akan membinasakan kita selain masa’.”
Juga dianut oleh kaum atheis/komunis yg mengatakan bahwa tdk ada pencipta dan bahwa kehidupan ini hanya sebatas materi. Dianut pula oleh sebagian kaum filsafat yg tdk meyakini keberadaan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
 Menia-dakan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala dan menetapkan kepada yg selain Allah Subhanahu wa Ta’ala. Keyakinan ini sebagaimana yg dianut oleh Fir’aun ketika mengucapkan:

أَنَا رَبُّكُمُ اْلأَعْلَى

“Akulah Rabbmu yg paling tinggi.”
 Menyekutukannya. Keyakinan ini setak terdapat pada tiga aliran sesat sebagai berikut:
1. Al-Qadariyyah yg meyakini bahwa manusia menciptakan perbuatan mereka sendiri selain Allah Subhanahu wa Ta’ala. Berarti menurut mereka bahwa di alam ini ada dua pencipta yaitu Allah Subhanahu wa Ta’ala dan manusia yg menciptakan perbuatan sendiri.
2. Al-Majusi yg meyakini keberadaan dua pencipta pencipta kebaikan dan pencipta keburukan . Mereka telah mengkafiri dan sekaligus menyekutukan perkara Rububiyyah.
3. orang2 Shufiyyah yg meyakini bahwa sebagian para wali yg mereka gelari dgn Al-Aqthab memiliki pengaruh atas urusan alam ini bersama Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bahkan sebagian mereka meninggikan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sederajat dgn Allah Subhanahu wa Ta’ala dlm perkara Rububiyyah dari sisi memberi kemanfaatan dan menolak bahaya.
Wallahu a’lam bish-shawab.

Tauhid Rububiyyah Menuntut Tauhid Uluhiyyah
Yang dimaksud dgn Tauhid Uluhiyyah yaitu menyerahkan seluruh jenis ibadah hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala semata tdk ada sekutu bagi-Nya. Bila seseorang mengakui Tauhid Rububiyyah seharus dia memiliki Tauhid Uluhiyyah. Dua jenis tauhid ini saling terpaut erat dgn yg lain. Ha mengimani Tauhid Rububiyyah tanpa Tauhid Uluhiyyah tidaklah memasukkan seseorang ke dlm Islam. Allah Subhanahu wa Ta’ala mengkafirkan orang2 musyrik yg terdahulu walaupun mereka mempercayai Tauhid Rububiyyah. Bahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala mengecam mereka utk menunaikan Tauhid Uluhiyyah setelah Allah Subhanahu wa Ta’ala meminta pengakuan mereka terhadap Tauhid Rububiyyah. Yang demikian ini banyak dipaparkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala di dlm Al-Qur`an. Marilah kita perhatikan ayat-ayat berikut ini:

قُلْ لِمَنِ اْلأَرْضُ وَمَنْ فِيْهَا إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ. سَيَقُوْلُوْنَ لِلَّهِ قُلْ أَفَلاَ تَذَكَّرُوْنَ. قُلْ مَنْ رَبُّ السَّمَاوَاتِ السَّبْعِ وَرَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيْمِ. سَيَقُوْلُوْنَ لِلَّهِ قُلْ أَفَلاَ تَتَّقُوْنَ. قُلْ مَنْ بِيَدِهِ مَلَكُوْتُ كُلِّ شَيْءٍ وَهُوَ يُجِيْرُ وَلاَ يُجَارُ عَلَيْهِ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ. سَيَقُوْلُوْنَ لِلَّهِ قُلْ فَأَنَّى تُسْحَرُوْنَ

“Katakanlah: ‘Kepunyaan siapakah bumi ini dan semua yg ada pada jika kalian mengetahui?’ Mereka akan menjawab: ‘Kepunyaan Allah.’ Katakanlah: ‘Maka apakah kalian tdk mengambil peringatan?’ Katakanlah: ‘Siapakah yg Empunya langit yg tujuh dan yg Empunya ‘Arsy yg besar?’ Mereka akan menjawab: ‘Kepunyaan Allah.’ Katakanlah: ‘Maka apakah kalian tdk bertakwa?’ Katakanlah: ‘Siapakah yg di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedangkan dia melindungi tetapi tdk ada yg dapat dilindungi dari -Nya jika kalian mengetahui?’ Mereka akan menjawab: ‘Kepunyaan Allah.’ Katakanlah: ‘ mk dari jalan manakah kalian ditipu?’.”

قُلْ مَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَاْلأَرْضِ أَمَّنْ يَمْلِكُ السَّمْعَ وَاْلأَبْصَارَ وَمَنْ يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَيُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَمَنْ يُدَبِّرُ اْلأَمْرَ فَسَيَقُوْلُوْنَ اللهُ فَقُلْ أَفَلاَ تَتَّقُوْنَ

“Katakanlah: ‘Siapakah yg memberi rizki kepada kalian dari langit dan bumi atau siapakah yg kuasa pendengaran dan penglihatan dan siapakah yg mengeluarkan yg hidup dari yg mati dan mengeluarkan yg mati dari yg hidup dan siapakah yg mengatur segala urusan?’ mk mereka akan menjawab: ‘Allah.’ mk katakanlah: ‘Mengapa kalian tdk bertakwa kepada-Nya?’.”
Secara fitrah seorang yg mengimani Tauhid Rububiyyah dgn benar niscaya dia akan menunaikan Tauhid Uluhiyyah. Karena tdk ada dalil yg lbh kokoh utk menuju Tauhid Uluhiyyah daripada Tauhid Rububiyyah. Oleh krn itu Allah Subhanahu wa Ta’ala selalu mengungkit perkara Rububiyyah utk mengajak manusia agar menunaikan perkara Uluhiyyah. Karena ini adl fitrah manusia yg telah diletakkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Marilah kita simak ayat-ayat berikut ini:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ. الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ اْلأَرْضَ فِرَاشًا وَالسَّمَاءَ بِنَاءً وَأَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجَ بِهِ مِنَ الثَّمَرَاتِ رِزْقًا لَكُمْ فَلاَ تَجْعَلُوا لِلَّهِ أَنْدَادًا وَأَنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ

“Wahai manusia sembahlah Rabb kalian yg telah menciptakan kalian dan orang2 yg sebelum kalian agar kalian bertakwa. Dialah yg menjadikan bumi sebagai hamparan bagi kalian dan langit sebagai atap dan dia menurunkan air dari langit lalu dia menghasilkan dgn hujan itu segala buah-buahan sebagai rizki utk kalian Karena itu janganlah kalian mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah padahal kalian Mengetahui.”

ذَلِكُمُ اللهُ رَبُّكُمْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ فَاعْبُدُوْهُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ وَكِيْلٌ

“ demikian itu ialah Allah Rabb kalian tdk ada sesembahan yg benar selain Dia Pencipta segala sesuatu. mk beribadahlah kepada-Nya dan Dia atas segala sesuatu Maha mewakili.”

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَاْلإِنْسَ إِلاَّ لِيَعْبُدُوْنِ

“Dan Aku tdk menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.”
Setelah keterangan di atas mk barangsiapa yg mengira bahwa bertauhid makna mengakui keberadaan Allah Subhanahu wa Ta’ala saja atau mengakui bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala adl sang pencipta dan pengatur alam ini tanpa memurnikan ibadah hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala berarti dia belum mengerti hakikat tauhid yg didakwahkan para rasul ‘alaihimussalam.
Termasuk dari keistimewaan Rububiyyah Allah Subhanahu wa Ta’ala adl kesempurnaan yg mutlak dari seluruh sisi tanpa kekurangan sedikit pun. Hal ini menuntut agar seluruh ibadah hanya diserahkan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala semata. Demikian pula pengagungan pemuliaan rasa takut harapan doa tawakal taubat minta tolong puncak perendahan diri dan rasa cinta serta semua ibadah yg lain wajib diserahkan hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala semata. Dan tdk benar bila ibadah diserahkan kepada yg selain Allah Subhanahu wa Ta’ala baik dipandang secara logika syariat maupun fitrah.

Daftar Rujukan:
1. Al-Qur`an
2. Syarah ‘Aqidah Al-Wasithiyyah karya Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin
3. Al-Qaulul Mufid Syarah Kitabut Tauhid karya Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin
4. Nubdzatun fil ‘Aqidah karya Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin
5. At-Tauhid karya Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan
6. Al-Qaulul Mufid karya Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Al-Wushabi
7. Tuhfatul Murid karya Nu’man Al-Watar

Sumber: www.asysyariah.com

Keutamaan Mempelajari Fiqih dalam Ilmu Agama

1. Apabila Allah menginginkan kebaikan bagi seseorang maka dia diberi pendalaman dalam ilmu agama. Sesungguhnya memperoleh ilmu hanya dgn belajar.
2. Para ulama fiqih adalah pelaksana amanat para rasul selama mereka tidak memasuki dunia.

Mendengar sabda tersebut para sahabat bertanya Ya Rasulullah apa arti memasuki dunia? Beliau menjawab Mengekor kepada penguasa dan kalau mereka melakukan seperti itu maka hati-hatilah terhadap mereka atas keselamatan agamamu.
3. Rasulullah Saw bersabda : Ya Allah rahmatilah khalifah-khalifahku. Para sahabat lalu bertanya Ya Rasulullah siapakah khalifah-khalifahmu? Beliau menjawab Orang-orang yg datang sesudahku mengulang-ulang pelajaran hadits-hadits dan sunahku dan mengajarkannya kepada orang-orang sesudahku.

Sumber: 1100 Hadits Terpilih - Dr. Muhammad Faiz Almath - Gema Insani Press

sumber : file chm hadistweb

Ilmu Agama Allah selamanya akan Tetap Tinggi

Bag : I

Syaikh Ali bin Hasan bin Ali bin Abdil Hamid Al HalabyJalan menuju ilmu di dunia adl alqur’an dan assunnah. Jalan akhir dari ilmu di akhirat adl surga Allah tabaraka wa ta’ala. Oleh sebab itulah Nabi Muhammad ‘alaihishalaatu wasallam mendo’akan Ibnu abbas radliyallahu’anhu dgn sabdanya:اللهم فقهه فى الد ين و علمه التأويل. Ya Allah berilah kefaqihan kepadanya dan berilah kealiman dalam ta’wil .Doa Nabi ‘alaihisshalaatu wasallam di atas mengandung perkara yg pokok yaitu seseorang yang berjalan di atas ilmu agama Allah akan mendapatkan kebahagian dan keselamatan di dunia dan akhirat. Nabi ‘alaihisshalaatu wasallam tidak mendoakannya dengan: Ya Allah masukkan dia ke dalam surga atau Ya Allah selamatkan dia dari neraka . Tapi Nabi ‘alaihisshalaatu wasallam mendoakannya agar berjalan di jalan yg mengantarkannya pada martabat yg tinggi di dunia dan akhir kebahagiaan di akhirat.Demikianlah martabat ilmu agama Allah wahai saudara-saudaraku kaum muslimin. Ilmu agama Allah adl jalan menuju tuma’ninah di dunia. Ilmu agama Allah adl jalan akhir menuju kebahagian di hari kiamat.Maka wajib bagi seorang mukmin mengambilnya utk mendapatkan keyakinan yg hakiki menghilangkan keraguan dan kerancuan syubhat menafikan kesesatan dan seluruh perbuatan yang menyimpang dari alqur’an dan assunnah. Dengan ilmu tersebut seorang mukmin akan tetap istiqomah dalam hidupnya dan mendapatkan ilmu yg rosikh dalam memahami alqur’an dan assunnah krn menjalankan/mengamalkannya dgn haq sesuai dgn kehendak-Nya. Allah ‘azza wa jalla berfirman yg artinya : Hendaklah kalian menjadi orang-orang robbani krn kalian selalu mengajarkan alkitab dan kalian tetap mempelajarinya . .Arrobaniyyun adl orang-orang yg berdiri di atas ilmu agama Allah ‘azzawa jalla mempelajari dan mengajarkan kepada yg lainnya dgn dirosah yg haq yangbersumber dari alqur’an dan sunnah Rasul-Nya ‘alaihishalaatu wasallam.Arrobbaniyyun adl orang-orang yg menyandarkan keadilan amanah agama ketakwaan dan ketaatannya kepada Robbul ‘alamin jalla fi ‘ula. Sebagaimana keadaan orang-orang yg menyelisihi melampaui batas dan jauh dari bimbingan agama Allah yg menyandarkan dirinya kepada syaithon la’natullah ‘alaih. Seperti perkataan: ‘fulan seperti syaithon! ‘Fulan memiliki pemikiran seperti syaithon!’Cukup bagi seorang mukmin yg berdiri di atas ilmu agama Allah menyandarkan dirinya kepada Robbul ‘alamin sebagai ‘abdan robbaniyya . Hendaklah kalian menjadi orang-orang robbani krn kalian selalu mengajarkan alkitab dan kalian tetap mempelajarinya . .Demikian juga robbaniyyun adl orang-orang yg memberikan tarbiyah kepada manusia di atas kebenaran alquran dan assunnah.Ini adl nash alquran wahai saudara-saudaraku kaum muslimin yg menerangkan kepada kita tentang kewajiban mengamalkan ilmu agama Allah memberikan tarbiyah dengannya dan seluruh perkara yg berkaitan dgn kehambaan manusia kepada Robbnya.Apabila kalian memperhatikan melihat dan memikirkan seluruh sifat tersebut maka hanya terdapat pada mereka yg mendakwahkan ilmu agama Allah ‘azza wa jalla. Ciri pertama dan yg paling pokok yg ada pada arrobbaniyyun adl keikhlasan mereka dalam berdakwah kepada alqur’an dan sunnah. Mereka tidak mempunyai niat utk membela pemikiran dan pendapat siapapun kecuali dgn perintah Allah dan Rasul-Nya shallallahu’alaihi wasallam dalam menerangkan ilmu agama Allah.Mereka tidak menyeru kecuali kepada alquran dan assunnah. Mereka telah memahami alquran dan assunnah dgn pemahaman yg shahih shorih dan fasih. Sehingga tidak ada pada mereka seluruh bentuk keraguan syubhat hawa nafsu dan pemikiran yg disandarkan pada akal. Pemahaman tersebut mereka ambil dari generasi yg masyhur dgn keadilannya yaitu generasi salafusholeh .

Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda yg artinya: Bacalah alqur’an yg dgn itu hati-hati kalian akan bersatu/berkasih sayang. Apabila kalian berselisih maka kembalilah kepadanya. .Bagaimana menuju jalan yg selamat dari seluruh perselisihan dan kejelekan tersebut ?! Yang pertama kembali kepada Allah ‘azza wa jalla. Yaitu dgn mengikhlaskan diri dalam ibadah dan dakwah. Kedua memurnikan keterikatan dalam kesiapan utk kembali pada ilmu yg bersumber pada alquran dan assunnah. Ketiga membebaskan jiwa dari keterikatan/perbudakan syahwat dan hawa nafsu serta syubhat pemikiran yg bersumber dari akal. Keempat memurnikan kesiapan utk kembali pada bimbingan para ulama dan rukun-rukun agama yg akan menolak/membuang seluruh bentuk kesesatan problem dan pemikiran-pemikiran rusak yang menyimpang dari alquran dan assunnah.Apabila seorang muslim telah menjalankan keempat perkara asas tersebut maka dia telah menempatkan dirinya di atas kebenaran! Ini adl awal menuju keselamatan. Berilah kabar gembira kepada mereka yg telah menempuh jalan tersebut! Karena akhir dari yg akan mereka dapatkan adl rahmat dari Allah Al’aliyyul Jalil.Apa yg engkau harapkan wahai saudara-saudaraku kaum muslimin ?! apakah engkau menginginkan kemewahan dunia dalam beramal kedudukan dan kehormatan pengikut yg banyak ?! Apabila demikian tujuannya maka engkau di atas jalan kebinasaan. Maka jadilah arrobbaniyyundalam ilmu amal dan jalan dalam menempuh kebahagiaan di dunia dan akhirat. Apabila engkau telah menjadi orang yg robbani maka puji dan bersyukurlah kepada Allah ‘azza wa jalla.

Berdo’alah kepada Allah agar Dia senantiasa memberikan keistiqomahan dan husnul khotimah.

Karena hati manusia wahai saudara-saudaraku kaum muslimin berada diantara jari jemari Allah.

Allah akan membalikkan sesuai dgn kehendak-Nya.Janganlah kalian terpengaruh dan memalingkan niat kepada selain Allah dari ilmu yg telah kalian pelajari jumlah pengikut yg telah kalian dapatkan dan kefasihan berbicara untuk meraih massa. Berikanlah seluruh amalan yg kalian jalankan hanya utk Allah tabaroka wa ta’ala. Karena Allah akan memberikan kebaikan selama kita berprasangka baik kepada-Nya.

Rasulullah ‘alaihisshalaatu wasallam bersabda yg artinya: Sesungguhnya Allah berfirman: Aku sesuai dgn sangkaan hamba-Ku kepada-Ku. Aku bersamanya ketika ia menyebut-Ku.

Apabila dia menyebut-Ku pada dirinya Aku menyebutnya pada diri-Ku… {HR. Bukhori dalam Fathul baari Juz 13/384 Muslim: 2675}.Demi Allah! Kita sebagai seorang mukmin wajib memberikan prasangka baik kepada Allah dan kita telah melakukannya. Tetapi sedikit amalan kita dalam menjalankan perintahnya! Mudah- mudahan Allah selalu memberikan ampunan kepada kita.Oleh sebab itulah seorang muslim wajib berada di atas kebenaran dalam beramal utk meraih keridho’an Allah dan membuang angan-angan tanpa amal. Janganlah kalian menjadi orang-orang yang mengatakan: Saya menghendaki ilmu agama Allah! kemudian setelah datang ilmu tersebut kalian berpaling darinya! Saya menghormati dan menjunjung tinggi para ulama setelah datang bimbingan dari mereka kalian menyelisihinya ! Saya menjunjung tinggi alkitab dan assunnah ! tetapi kalian menghabiskan seluruh kehidupan kalian utk membaca kitab-kitab filsafat haroki yg tidak bersumber pada kebenaran alquran .Apakah demikian jalan menuju kebahagiaan wahai orang-orang yg mencari kebahagiaan ?! Orang-orang yg menginginkan kebahagiaan dgn berangan-angan dan tidak beramal pada hakekatnya mereka sama dgn keadaan orang yg bermimpi pada malam hari. Kenapa demikian?! krn mereka tidak mengamalkan apa yg mereka ucapkan. Maka jadikanlah diri kalian sebagai orang-orang yg kembali pada alquran dan sunnah berpegang teguh dan beramal serta berdakwah kepada keduanya memuliakan hukum-hukum yg ada pada keduanya dan kembali pada bimbingan para ulama yg menyeru pada keduanya.Inilah jalan menuju keselamatan dan kebahagiaan yg hakiki. Inilah hakekat seorang muslim yang selalu menghiasi dirinya dgn ilmu robbani . Karena selain ilmu robbani semuanya kembali pada tujuan/niat yg diberikan kepada selain Allah. Yaitu dgn tujuan memperbanyak pengikut kesombongan pengagungan kehormatan dan pangkat. Yang kesemuanya berakhir dgn membuang keikhlasan dalam beramal. Mereka tidak menghiraukan sabda Rasulullah ‘alaihisshalaatu wasallam yg artinya: Barangsiapa yg mempelajari ilmu tidak mempelajarinya kecuali ingin mendapatkan kemewahan dunia dia tidak akan mendapatkan bau surga di hari kiamat {HR. Abu Dawud No. 3664 Ibnu Majah No. 252 Ahmad Juz II/338 dan lainnya.Dari jalan Abu Hurairoh}.Demikianlah balasan sesuai dgn amalan yg dikerjakan. Allah berfirman yg artinya :“Adapun orang yg memberi di jalan Allah dan bertakwa dan membenarkan adanya surga.

Maka Kami akan menyiapkan jalan yg mudah baginya kelak. Dan adapun orang-orang yg bakhil dan merasa dirinya cukup serta mendustakan balasan maka Kami akan menyiapkan jalan yg sukar baginya kelak. .Sumber : Buletin Dakwah Al Atsary Semarang Edisi IX/1427H/Th.IDikirim oleh Al Akh Dadik via Email
sumber : file chm Darus Salaf 2

Jumat, 26 Juni 2009

Menggapai Rezeki Allah


Sesungguhnya Allah yang memberikan rezeki seluruh makhluk-Nya, baik yang kecil maupun yang besar termasuk manusia didalamnya. Tidak ada satu pun makhluk yang terlewat dari mendapatkan rezeki dari-Nya dan semua itu tidak akan pernah mengurangi kekayaan-Nya sedikit pun, sebagaimana firman-Nya :

وَمَا مِن دَآبَّةٍ فِي الأَرْضِ إِلاَّ عَلَى اللّهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا كُلٌّ فِي كِتَابٍ مُّبِينٍ


Artinya : “Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya dan dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS. Huud : 6)

Setiap manusia tidak perlu merasa khawatir akan rezekinya karena itu semua sudah ditetapkan Allah swt ketika dirinya masih berupa janin didalam perut ibunya. Allah swt telah menentukan dan membatasi rezeki seseorang dan tidak akan pernah diambil oleh orang lain.

Seandainya setiap manusia menyadari akan hal ini tentulah hatinya akan merasa tenang terhadap rezekinya. Dengan demikian tidak sepantasnya bagi seorang muslim untuk mencarinya dengan cara-cara yang tidak dihalalkan, sebagaimana sabda Rasulullah saw,”… Bertakwalah kepada Allah dan perindahlah didalam mencari (rezeki). Janganlah keterlambatan rezeki menjadikanmu mencarinya dengan bermaksiat kepada Allah.

Sesungguhnya Allah tidaklah memberikan apa yang ada disisi-Nya kecuali dengan ketaatan kepada-Nya.” (HR. Ibnu Hibban, Ibnu Majah, Hakim dan yang lainnya dengan lafazh yang sejenis)

Allah membentangkan rezeki seluruh makhluk-Nya dan menentukan kadar atau ukuran yang diterima masing-masing mereka, sebagaimana firman-Nya :

اللّهُ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَشَاء وَيَقَدِرُ وَفَرِحُواْ بِالْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا فِي الآخِرَةِ إِلاَّ مَتَاعٌ


Artinya : “Allah meluaskan rezki dan menyempitkannya bagi siapa yang Dia kehendaki. mereka bergembira dengan kehidupan di dunia, padahal kehidupan dunia itu (dibanding dengan) kehidupan akhirat, hanyalah kesenangan (yang sedikit).” (QS. Ar Ra’du : 26)

Allah yang melapang atau menyempitkan, mengangkat atau merendahkan, memberikan dan menahan rezeki seseorang. Dia mengayakan dan mencukupkan rezeki siapa saja yang dikehendaki-Nya dan Dia juga memiskinkan dan tidak memberikan kecukupan rezeki siapa saja yang dikehendaki-Nya dan semua itu berjalan atas hikmah dan keadilan-Nya. Dia Maha Mengetahui siapa-siapa yang berhak mendapatkan kelebihan rezeki dan menjadi kaya dan siapa-siapa yang berhak atas kekurangan rezeki dan menjadi faqir. Adanya orang-orang miskin dan adanya orang-orang fakir adalah sunatullah didalam kehidupan manusia demi keberlangsungan kehidupan itu sendiri, sebagaimana firman Allah swt :


Artinya : “Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? kami Telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan kami Telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” (QS. Az Zukhruf : 32)


Artinya : “Dan dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu.” (QS. Al An’am : 165)

Sesungguhnya dilebihkannya rezeki seseorang bukanlah berarti bahwa orang itu lebih dimuliakan dan diutamakan oleh Allah swt dari orang yang tidak mendapatkan kelebihan rezeki. Betapa kita telah menyaksikan banyak orang-orang musyrik, kafir para pelaku kemaksiatan yang memiliki harta banyak bahkan melimpah sementara tidak sedikit orang-orang shaleh yang tidak memiliki banyak harta bahkan hidup dengan penuh kekurangan harta benda atau miskin.

Dan tidak jarang semakin bertambah kekufuran dan kemaksiatan orang-orang kafir justru semakin ditambah harta benda dan kenikmatan dunianya oleh Allah swt hingga sampai batas yang telah ditentukan kemudian Allah timpakan kepada mereka adzab-Nya, sebagaimana firman-Nya :


Artinya : “Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, kamipun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, Maka ketika itu mereka terdiam berputus asa.” (QS. Al An’am : 44)

Jika didalam permasalahan harta benda ini seseorang melihat kepada orang lain yang lebih kaya maka tidak akan pernah menghasilkan sifat syukur kepada Sang Pemberi nikmat dan yang ada justru kekufuran, berprasangka buruk kepada-Nya dan menyesali berbagai amal shaleh yang telah dilakukannya karena beranggapan bahwa itu semua tidak memberikan perubahan apa-apa didalam kehidupannya.

Oleh karena itu didalam permasalahan ini hendaklah seseorang melihat kepada orang yang lebih kekurangan dari dirinya, sebagaimana hadits Rasulullah saw,”Lihatlah orang yang lebih dibawah dari kalian dan janganlah kalian melihat orang yang lebih diatas dari kalian sementara ia adalah orang yang berhak. Dan janganlah kalian menghinakan nikmat Allah kepada kalian.” (HR. Muslim)

Rasa syukur atas segala nikmat Allah yang diberikan kepadanya betapa pun kecilnya merupakan sarana mendapat keredhoan-Nya dan menjadikan orang itu berhak untuk mendapatkan tambahan rezeki dari-Nya.

Artinya : “Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". (QS. Ibrahim : 7)

Dan diantara hikmah keberadaan orang-orang kaya disamping orang-orang miskin adalah sebagai ujian bagi mereka terhadap nikmat yang diberikan kepada mereka. Allah swt ingin menguji orang yang kaya dengan kekayaan dan harta bendanya untuk kemudian menanyakan mereka tentang rasa syukurnya terhadap itu semua begitu juga dengan kefakiran yang diberikan Allah kepada seseorang adalah sebagai ujian baginya untuk kemudian menanyakannya akan kesabarannya terhadap kekurangan itu.

Tentunya kehidupan manusia berdiri diatas perbedaan, diantara perbedaan itu adalah adanya orang-orang kaya dan disisi lain adanya orang-orang miskin. Kehidupan tidak akan berjalan ketika seluruhnya adalah orang kaya atau seluruhnya adalah orang miskin. Untuk itu hubungan diantara mereka adalah hubungan yang saling membutuhkan demi menjaga keberlangsungan kehidupan di dunia.

Wallahu A’lam

Rabu, 24 Juni 2009

Kesadaran Politik Menunjukkan Fiqih Politik


Imam Hasan Al-Banna sangat menginginkan dakwah Ikhwanul Muslimin berjalan di atas rel dakwah para Rasul, yaitu dakwah yang menjaga jarak dari dominasi para pembesar dan tokoh-tokoh berpengaruh, terlebih dalam usia dakwah yang masih belum mencapai 10 tahunan.

Dari Buku: Fikih Politik Menurut Imam Hasan Al-Banna.

Penulis: Dr. Muhammad Abdul Qadir Abu Faris.

Ketika Imam Hasan Al-Banna menyampaikan ceramah Beliau dalam muktamar V yang membahas (Karakteristik Dakwah Ikhwanul Muslimin), Beliau menyebutkan rinciannya sebagai berikut:

a. Menjaga jarak dari dominasi para penguasa dan tokoh-tokoh berpengaruh

Imam Hasan Al-Banna sangat menginginkan dakwah Ikhwanul Muslimin yang berjalan di atas rel dakwah para Rasul utusan Allah, yaitu dakwah terhadap para kaum dhuafa dan orang-orang fakir, serta dakwah yang menjaga jarak dari dominasi para pembesar dan tokoh-tokoh berpengaruh, terlebih dalam usia dakwah yang masih belum mencapai 10 tahunan. Alasannya, karena para penguasa dan figur-figur yang berpengaruh tersebut tentu memiliki target, misi dan kepentingan pribadi maupun golongan yang mereka jadikan patokan –terlebih jika mereka adalah kelompok mayoritas dan berkuasa-. Semua itu mereka jadikan sarana guna menggapai capaian duniawi serta keinginan pribadi maupun golongan mereka, sehingga bila dakwah ini berkoalisi dengan orang-orang seperti itu, dikhawatirkan mereka akan mengubah arah, misi utama, program dan metode dakwah ini yang berjuang menciptakan kehidupan Islami dan membentuk pemerintahan Islam.

Penulis mengajak para pembaca mengkaji tulisan Imam Hasan Al-Banna dalam kongres V ini. Di sini Beliau menjelaskan alasan dan motif pengambilan sikap Beliau yang terkesan sengaja menjaga jarak dari para penguasa serta berupaya memfilter jamaah Ikhwan dari orang-orang seperti itu.

Beliau berkata: “Karena kita selaku para pejuang dalam gerbong dakwah Ikhwan sengaja mengambil sikap seperti itu, khususnya di awal kemunculan dakwah, agar keorisinilan dakwah ini tidak terkontaminasi oleh propaganda-propaganda lain yang dilancarkan oleh para penguasa dan figur-figur terkenal itu, dan supaya tidak ada di antara para tokoh tersebut yang sengaja mengeksploitasi dakwah ini sebagai kendaraan politik mereka untuk sampai pada tujuan atau malah ingin menyetir dakwah ini ke orientasi yang bukan merupakan misi utama dakwah. Hal ini disebabkan karena mayoritas para penguasa itu kurang merefleksikan karakter diri sebagai pribadi Muslim, apalagi merefleksikan karakter diri sebagai seorang pribadi Muslim sejati yang berjuang demi agama ini”.

Tipologi orang-orang di atas masih berada jauh dari jamaah Ikhwan, kecuali beberapa orang tokoh yang fikrah, tujuan dan misi mereka jelas dan bisa dipahami sehingga diharapkan keberhasilannya” .

Kemudian Imam Hasan Al-Banna menguraikan karakteristik dakwah Ikhwan lain yaitu:

b. Menjaga jarak dari beragam organisasi dan partai-partai politik

Hal itu dilakukan kurang lebih karena motif yang tak jauh berbeda dari alasan di atas, agar tidak mendatangkan dampak negatif terhadap keutuhan dan kesatuan barisan para pejuang dakwah serta tidak menularkan perpecahan, ketidakakuran dan persaingan antar sesama anggota partai mereka terhadap barisan pejuang dakwah. Dengan demikian, dakwah bisa berjalan mengikuti arah rel yang benar dan tidak digiring ke arah dan orientasi yang keliru menuju perpecahan, permusuhan dan akibat-akibat lain yang tidak relevan dengan semangat persaudaran Islam.

Sikap ini merupakan strategi dakwah yang bersifat temporal, yaitu pada periode permulaan dakwah dan saat jumlah kader dan simpatisan masih terbatas. Adapun jika dalam gerbong dakwah telah bergabung sejumlah besar kader, simpatisan, partisipan dan orang-orang yang siap berjuang lewat dakwah ini, maka kehadiran tokoh-tokoh penting, figur-figur berpengaruh, maupun koalisi partai-partai lain bisa dimaklumi, selama mereka bisa diarahkan dan ditarbiyah.

Imam Hasan Al-Banna pernah menyampaikan nasehatnya: “Sekarang kita merasakan perjalanan dakwah yang sudah semakin kokoh ketika telah banyak orang-orang yang siap bergabung dan berafiliasi dengan dakwah ini, sehingga dakwah telah mampu mewarnai dan tidak diwarnai, dakwah bisa memberikan nuansa baru serta telah mempengaruhi dan tidak dipengaruhi. Untuk itu sekarang kita membuka diri, menyambut dan mengundang para pejabat penting negara, para penguasa, organisasi-organisasi kemasyarakatan serta partai-partai untuk ikut berafiliasi dan berjuang bersama kafilah dakwah Ikhwan serta meninggalkan semua embel-embel yang tak akan pernah habis-habisnya sembari kita menyatukan tekad dan langkah di bawah naungan Al-Qur`an Al-‘Azhim dan di bawah panji yang dikibarkan Rasulullah Al-Karim serta dalam koridor manhaj Islam yang lurus (qawim).

Jika mereka menyambut baik seruan ini, berarti mereka telah menjadi orang-orang terpilih yang semoga akan mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat sehingga diharapkan dengan keberadaan mereka di tengah-tengah kafilah dakwah akan membuat rintangan semakin mudah dihadapi serta akan mempersingkat waktu dalam mencapai misi dan target yang akan dicapai. Tapi bila mereka masih enggan dan keberatan untuk berjuang bersama, maka kita harus sabar menunggu. Semoga Allah memberikan hidayah-Nya kepada mereka. Sesungguhnya Allah Maha Meguasai segala urusan, namun kebanyakan manusia tidak menyadari”.

Seorang yang memperhatikan dengan seksama wasiat Imam Hasan Al-Banna tersebut akan menemukan banyak pelajaran, ibrah dan fiqih politik yang bisa dipetik. Setiap orang berpeluang dikucilkan dan dijauhi oleh kelompok atau saudara-saudaranya, dan para penguasa bathil tersebut tidak ridho bila Ustadz Imam Hasan Al-Banna dan sahabat-sahabatnya yang berkeinginan kuat menapaki kehidupan Islam dari awal dan mendirikan negara dan khilafah Islamiyyah yang mempersatukan umat Islam sedunia serta memerdekakan semua aspek kehidupan umat Islam baik perpolitikan, perekonomian, sosial, perundang-undangan dan moralitas. Serta membebaskan mereka dari cengkeraman kekuasaaan Barat dan kezhaliman para penguasa bathil yang telah merampas puncak kepemimpinan di saat orang banyak tidak menyadarinya.

Renungkanlah ungkapan Beliau berikut: Dengan wasiat-wasiat singkat ini, saya ingin antum semua benar-benar memahami permasalahan yang terjadi di hadapan mata. Karena kita tidak tahu, bisa jadi satu saat nanti akan datang masa-masa sulit yang akan memisahkan antara saya dengan antum semua, yaitu di kala saya tidak bisa lagi berdialog dan menuliskan pemikiran-pemikian terhadap ikhwah semua. Dalam wasiat ini, Beliau ingin menyampaikan bahwa para penguasa taghut tersebut bakal memisahkan sosok figur pimpinan dakwah (qaid) dengan para pengikutnya baik dengan cara memenjarakan, menyiksa atau mem-bunuh pimpinan dakwah tersebut.

Ikhwanul Muslimin adalah sebuah jamaah (komunitas dakwah) yang muncul guna menumbuhkan kembali spirit keislaman dalam jiwa masing-masing manusia, dalam kehidupan individu maupun interaksi sosial mereka. Jamaah yang mempunyai misi dan target membangkitkan semangat umat Islam yang hampir padam, karena selalu digempur oleh musuh-musuh Islam bahkan hingga ke lorong-lorong pintu rumah mereka. Musuh-musuh yang telah mengenggam hampir segenap potensi umat, dengan memperalat umat Islam serta menganggap enteng umat Islam dalam pandangan mereka. Tidak hanya itu, musuh-musuh Islam juga menjajah negeri-negeri serta merampas kota-kota suci milik umat Islam.

Ikhwanul Muslimin muncul guna mengaspirasikan penerapan dan implementasi seluruh hukum Islam di semua aspek kehidupan. Dalam artian ini, Ikhwanul Muslimin bukanlah semacam LSM, karena peran lembaga tersebut hanya terkonsentrasi mengurus kepentingan-kepentingan sosial dan tidak terlibat dalam aspek-aspek kajian Islam yang lain. Di samping itu, Ikhwanul Muslimin juga bukan partai politik, karena biasanya perjuangan partai politik hanya terkonsentrasi hingga sampai pada level merancang susunana kabinet dalam pemerintahan dan menguasai tampuk kekuasaan guna mencapai kepentingan-kepentingan individu dan partai semata.

Tapi dakwah Ikhwanul Muslimin mengajak kepada Islam dengan pemahamannya yang komperhensif, yaitu Islam sebagai agama yang mengatur hubungan individu dengan Rabbnya, hubungan individu dengan pribadinya, hubungan individu dengan keluarga, hubungan individu dengan sesama dalam interaksi sosial, loyalitas individu terhadap negara yang berkuasa dengan syarat selama aturan yang dipakai dalam negara tersebut juga loyal terhadap aturan-aturan Allah serta mengatur hubungan diplomasi antara umat Islam dengan negara lain dalam konteks kerjasama antar sesama negara di dunia.

Ikhwanul Muslimin menyeru pada Islam dan berupaya mendirikan pemerintahan Islam serta berupaya memenuhi hak-hak publik semua lapisan masyarakat yang hidup di negara dan pemerintahan Islam tersebut. Mungkin terbayang dalam pikiran kebanyakan orang, bahwa implikasi dari politik adalah mewujudkan kepentingan-kepentingan individu dan golongan lewat jalur menguasai pemerintahan, namun hal ini tidak ditemukan dalam jamaah ini. Ikhwanul Muslimin tidak menghalalkan darah para warga sipil yang tak berdosa dalam sebuah pemberontakan buta yang akibatnya dirasakan oleh anak-anak, para wanita dan orang-orang yang tak bersalah.

Dalam ajaran Islam dan politik Ikhwan diajarkan bahwa seorang wajib membela diri ketika ia diperlakukan semena-mena oleh pihak lain, dan seorang ikhwah harus tetap komitmen dalam dakwah serta menentang semua musuh jika harta, kehormatan bahkan nyawanya terancam. Perhatikan perkataan Beliau berikut: “Jika kalian menentang dan menghalang dakwah kami, maka sesungguhnya Allah telah mengizinkan kami guna membela diri dan kalian termasuk orang-orang yang berbuat aniaya . Membela diri dan menangkis serangan musuh merupakan tindakan yang dilegitimasi oleh Islam bahkan sebagian di antara ahli fiqih cenderung menjadikan tindakan tersebut sebagai kewajiban.

Para kader Ikhwanul Muslimin tidak akan meminta bantuan pada organisasi-organisasi yang tidak jelas asal-usulnya, begitu pula terhadap pemerintah dan tokoh-tokoh kenamaan yang menyeleneh. Tapi para kader Ikhwan akan berjuang secara mandiri dan merogoh kantong dan kocek mereka sendiri untuk pengembangan sayap dakwah. Imam Hasan Al-Banna telah menguraikan hal tersebut dalam muktamar V, Beliau mengungkapkan:

Adapun sikap yang selayaknya ditelateni oleh kader Ikhwan dalam menghadapi situasi permusuhan yang genting, tuduhan, isu dan cercaan tak beralasan yang menyerang jamaah Ikhwanul Muslimin adalah tidak ikut tenggelam dan ambil bagian dengan melakukan hal yang sama, agar tidak terjadi saling lempar tuduhan karena hal itu hanya akan menghabiskan waktu saja. Alangkah lebih baiknya jika waktu untuk menjawab tuduhan-tuduhan tersebut dialokasikan dan dimanfaatkan ke hal-hal yang lebih bermanfaat dan bernilai dakwah di tengah masyarakat, dipergunakan guna me-ngajarkan umat mengenai hukum agama, menjalankan amar ma’ruf dan nahi munkar serta upaya mensejahterakan dan membahagiakan kehidupan mereka di dunia dan akhirat kelak. Renungkanlah nasehat Beliau: “Jika mereka tenggelam dalam rasa permusuhan dengan kita, maka katakanlah: Kebahagiaan bagi Anda, karena kami tidak butuh orang-orang yang jahil”.