Assalamu’alaikum,
Ustadz Sigit, saat ini saya sudah berkeluarga dengan 1 anak dan tinggal di rumah mertua, meskipun tidak satu rumah. Sebagai laki-laki, sudah tentu saya berkewajiban memberikan tempat tinggal untuk keluarga saya. Oleh karena itu, saya sedang berusaha mengumpulkan tabungan untuk memiliki rumah.
Pertanyaan saya, jika tabungan tersebut telah mencukupi untuk mendaftar haji, kewajiban manakah yang harus saya dahulukan, membeli rumah atau naik haji?
Pertimbangan yang saya dapat antara lain bahwa rizki itu sudah ada yang mengatur sehingga tidak perlu khawatir bila tabungan tersebut digunakan untuk naik haji. Jika memang ada rizki memiliki rumah, nanti suatu saat akan memiliki juga.
Pertimbangan yang lain, bahwa jika kita naik haji dan umur kita tidak panjang, keluarga yang ditinggalkan jangan sampai mengalami kesusahan seperti ditinggalkan hutang atau tidak memiliki tempat tinggal.
Terimakasih untuk jawabannya.
Wassalamu’alaikum.
Fajar
Jawaban
Walaikumussalam Wr Wb
Saudara Fajar yang dimuliakan Allah swt
Salah satu syarat dari wajib haji adalah memiliki kesanggupan untuk melaksanakannya, sebagaimana firman Allah swt :
وَلِلّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيل
Artinya : “Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, Yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah.” (QS. Al Aimron : 97)
Termasuk dalam hal kesanggupan adalah memiliki perbekalan dan kendaraan yang bisa menyampaikannya ke tanah suci serta memiliki kecukupan untuk keluarga yang menjadi tanggungannya.
Sayyid Sabiq mengatakan bahwa makna kecukupan bagi keluarga yang menjadi tanggungannya itu adalah memiliki kelebihan dari kebutuhan-kebutuhan pokok berupa pakaian, tempat kediaman, kendaraan dan sarana mata pencaharian mulai saat keberangkatan hingga waktu kembalinya nanti.
Diriwayatkan dari Anas bahwa Rasulullah saw pernah ditanya apa yang dimaksud dengan sabil—maksidnya sabil yang disebutkan didalam ayat haji—beliau saw menjawab,”Perbekalan dan kendaraan.” (HR. Daruquthni yang menyatakan keshahihannya)
Menurut Hafizh, pendapat yang kuat adalah bahwa hadits ini mursal. Tirmidzi juga mengeluarkan hadits ini dari Ibnu Umar, tetapi sanadnya dhaif. Menurut Abdul Haq, semua jalan riwayatnya lemah belaka, sedangkan menurut Ibnul Mundzir tidak satu pun diantara hadits itu yang sah sanadnya.
Sayyid Sabiq juga menyebutkan walaupun hadits-hadits ini semuanya lemah, namun kebanyakan ulama menetapkan sebagai syarat wajibnya haji, adanya bekal dan kendaraan bagi orang yang tinggal di tempat yang jauh. Dan jika ia tidak memiliki bekal dan kendaraan, maka tidak wajib haji.
Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa hadits-hadits ini—baik yang lengkap sanadnya tetapi tidak mencapai derajat shahih, maupun yang mursal atau mauquf—menunjukkan bahwa syarat diwajibkan itu tergantung kepada adanya bekal dan kendaraan, karena nabi tentu mengetahui bahwa pada umumnya manusia mampu berjalan.”
Didalam buku al Muhadzdzab disebutkan juga jika ia memerlukan tempat kediaman yang tidak dapat diabaikannnya atau pelayan yang akan melayaninya, ia tidak wajib haji. Demikian pula jika ia harus menikah—ia takut menyeleweng—hendaklah didahulukannya menikah daripada haji, karena kebutuhan akan pernikahan itu lebih mendesak. Mengenai orang yang membutuhkan uang itu untuk menjadi modal perniagaan yang hasilnya akan menutupi nafkah hidupnya, ia tidak wajib haji menurut Abul Abbas bin Sharih, karena ia membutuhkan uang itu sepertihalnya untuk tempat dan pelayan.” (Fiqhus Sunnah jilid II hal 307 – 309)
Dengan demikian apabila tabungan anda sudah cukup untuk pergi haji namun pada saat yang bersamaan anda membutuhkan sebuah rumah yang cukup sebagai tempat tinggal keluarga anda maka menggunakan uang tersebut untuk membeli rumah lebih diutamakan daripada pergi berhaji karena anda masih tergolong dalam kategori belum memiliki kesanggupan.
Wallahu A’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar